JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Menjelang perayaan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru), harga sejumlah bahan pangan di Pasar Senen, Jakarta Pusat terpantau mengalami fluktuasi.
Namun berdasarkan pantauan Poskota, fluktuasi harga ini tidal terjadi secara merata. Pedagang menyebutkan komoditas seperti bawang relatif stabil, sementara cabai justru mengalami lonjakan yang cukup signifikan.
Pedagang bawang merah di Pasar Senen, Arif (40) mengungkapkan bahwa harga bawang merah saat ini hanya mengalami kenaikan tipis.
Harga bawang merah yang sebelumnya berada di angka Rp30.000 per kilogram kini naik menjadi Rp32.000 per kilogram.
Baca Juga: Jumlah Penumpang di Terminal Bus Kalideres Bertambah jelang Nataru
“Dari 30 ribu sekarang jadi 32 ribu, naik Rp2.000. Nggak terlalu signifikan,” ujar Arif saat ditemui Senin, 22 Desember 2025.
Menurutnya momentum Nataru saat ini tidak lagi terlalu berpengaruh terhadap harga bawang, berbeda dengan kondisi beberapa tahun lalu.
Adapun faktor utama yang memengaruhi harga justru berasal dari cuaca, banjir, gagal panen, serta ketersediaan pasokan barang.
“Sekarang mau Natal, mau Tahun Baru, mau Lebaran, itu nggak pengaruh. Pengaruhnya kalau hujan, banjir, gagal panen. Sama ketersediaan barang aja,” ucap Arif.
Baca Juga: Momen Libur Nataru, Wisata Kebun Melon di Lebak Banten Diserbu Pengunjung
Harga bawang merah di Pasar Senen saat ini cukup bervariasi, tergantung kualitas dan jenisnya, yakni berkisar antara Rp30.000 hingga Rp40.000 per kilogram.
Sementara itu, harga bawang putih disebut berada di kisaran yang sama. Untuk bawang yang sudah dikupas, harganya lebih tinggi, yakni sekitar Rp45.000 per kilogram.
"Bawang putih sama harganya kaya bawang merah, kalo bawang Kupas ya 45 (ribu) per kilo," katanya.
Lebih lanjut, Arif menyebutkan naik turunnya harga bawang sering kali dipengaruhi oleh kelancaran distribusi dari pasar induk.
Baca Juga: Momen Libur Nataru, Wisata Kebun Melon di Lebak Banten Diserbu Pengunjung
Jika pasokan berkurang, harga akan naik, namun ketika barang kembali melimpah, harga pun turun dengan cepat.
“Kalau kiriman nggak masuk, naik. Begitu besoknya barang banjir, langsung turun lagi. Sekarang nggak terlalu ngefek,” ujarnya.
Arif yang telah berdagang sejak 2004 itu juga menilai bahwa pola konsumsi masyarakat telah banyak berubah dalam beberapa tahun terakhir.
Maraknya penjualan online serta banyaknya pilihan makanan siap saji membuat kebutuhan rumah tangga terhadap bahan mentah, seperti bawang, tidak setinggi dulu.
Baca Juga: Viral Pesawat Tergelincir di Bandara Soekarno-Hatta, Polisi Sebut Hanya Kendala Teknis
“Sekarang orang banyak pilihan. Nggak masak ada Indomie, warung Padang, warung Madura. Jadi orang nggak ribet lagi. Dulu Lebaran cari makan aja susah, sekarang mau Lebaran atau Natal warung tetap buka,” ungkapnya.
Sementara itu, untuk harga cabai tidak bisa diprediksi. Salah satu pegadang, Luthfi (21) mengatakan bahwa harga cabai menjelang Nataru justru mengalami kenaikan cukup tinggi.
“Cabai lagi naik. Sempat sampai Rp100.000, rawit merah nyampe Rp90.000. Sekarang mulai turun jadi Rp70.000 per kilo,” ujar Luthfi.

Hampir semua jenis cabai mengalami kenaikan harga pada akhir tahun, mulai dari cabai rawit merah, cabai keriting, cabai merah besar, cabai hijau, rawit hijau, hingga rawit putih.
Menurutnya, kenaikan harga cabai merupakan fenomena yang hampir selalu terjadi di penghujung tahun.
“Kalau akhir-akhir tahun, cabai memang naik terus. Semua jenis naik,” ucap Luthfi.
Saat ini, Luthfi merinci harga cabai di lapaknya, antara lain cabai rawit merah Rp70.000 per kilogram, cabai keriting Rp40.000 per kilogram, cabai rawit hijau Rp70.000 per kilogram, cabai merah besar Rp60.000 per kilogram, dan cabai rawit putih Rp40.000 per kilogram.
Untuk cabai yang sudah dipetik atau dibersihkan, harganya bisa lebih mahal sekitar Rp5.000 hingga Rp10.000 per kilogram, tergantung permintaan konsumen.
Luthfi mengatakan, berbeda dengan komoditas lain, perubahan harga cabai bisa terjadi sangat cepat dan dalam nominal besar. Sekali naik, harga bisa langsung melonjak Rp5.000 hingga Rp10.000, dan begitu pula sebaliknya saat turun.
“Kalau cabai itu bukan naik sedikit, tapi ganti harga. Sekali naik langsung tinggi. Besoknya bisa langsung turun lagi,” katanya.
Ia mengakui, kenaikan harga cabai kerap dikeluhkan masyarakat terutama menjelang perayaan besar seperti Natal dan Tahun Baru. Namun, kondisi tersebut disebutnya hampir selalu berulang setiap tahun.
“Pasti masyarakat mengeluh kenapa cabai mahal. Dari tahun-tahun kemarin juga begitu,” ucap Luthfi.
Terkait pasokan, Luthfi mengatakan bahwa distribusi cabai sangat bergantung pada daerah penghasil, seperti Aceh, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Jika pasokan dari Aceh terhambat, harga bisa melonjak tajam hingga menembus Rp120.000 per kilogram. Namun ketika pasokan melimpah, harga dapat turun drastis.
“Kalau dari Aceh nggak masuk, harga bisa naik terus. Tapi kemarin Aceh kena banjir, pasar lumpuh, cabai dibuang ke Jakarta, jadi harganya malah anjlok,” jelasnya.
Secara umum Luthfi memperkirakan kenaikan harga cabai saat ini berada di kisaran Rp5.000 hingga Rp10.000 per kilogram. Meski demikian, ia menegaskan bahwa harga cabai tetap sulit diprediksi karena sangat bergantung pada pasokan dan kondisi cuaca.
“Sekarang naik sekitar Rp10.000-an. Tapi sekali turun juga bisa langsung segitu,” kata Luthfi. (cr-4)
