Mekanisme pengawasan dimulai sejak tahap perizinan awal. Pemilik atau pengelola gedung diwajibkan mengajukan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) serta Sertifikat Laik Fungsi (SLF) melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
"Dengan verifikasi desain proteksi kebakaran oleh Gulkarmat, termasuk akses pemadam kebakaran, sarana penyelamatan jiwa, sistem pasif (dinding tahan api), dan aktif (sprinkler, alarm)," ungkap Chico.
Setelah gedung beroperasi, Chico menyampaikan, pengawasan dilanjutkan melalui inspeksi berkala oleh Dinas Gulkarmat DKI Jakarta.
"Gulkarmat melakukan auditing tahunan atau ad hoc, mencakup pengujian peralatan, evaluasi MPKB (Manajemen Proteksi Kebakaran Bangunan Gedung), dan RTDK. Pemilik gedung bertanggung jawab menyusun dan melaporkan MKKG secara rutin," katanya.
Lebih lanjut, Chico menyebut, pengawasan juga diperkuat melalui koordinasi lintas instansi. Pemprov DKI Jakarta melibatkan Satpol PP dalam pelaksanaan sanksi administratif apabila ditemukan pelanggaran, Dinas Citata untuk aspek tata ruang, dan kolaborasi dengan Kementerian PUPR untuk gedung berisiko tinggi.
"Pasca-insiden, mekanisme diperkuat dengan razia SLF massal dan pembentukan tim khusus untuk gedung dengan penyimpanan bahan berbahaya seperti baterai flammable," ungkap dia.
Selain pengawasan, Chico mengungkapkan, aspek pembinaan dan pemantauan juga menjadi bagian penting dalam sistem keselamatan kebakaran gedung perkantoran.
"Pemilik wajib melakukan simulasi kebakaran minimal setahun sekali, dengan laporan ke Gulkarmat. Jika ditemukan ketidaksesuaian, diberikan waktu pembinaan sebelum sanksi," kata Chico.
Dalam keseluruhan mekanisme tersebut, Chico menegaskan bahwa tanggung jawab utama keselamatan kebakaran berada di tangan pemilik dan pengelola gedung. Sementara
"Tanggung jawab primer ada pada pemilik atau pengelola, sementara Pemprov berperan sebagai regulator dan fasilitator," ujar dia.
Lebih lanjut, Chico mengatakan, gedung yang melanggar SOP keselamatan kebakaran dapat dikenakan sanksi tegas, mulai dari administratif hingga pidana.
"Sanksi terhadap pelanggaran SOP keselamatan kebakaran bersifat administratif dan pidana, diatur dalam UU Nomor 28/2002, Perda Nomor 8/2008, serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)," kata Chico.
