“Dia nge-chat kakaknya. Dia bilang kantornya kebakaran. Waktu di-voice note itu, dia bilang kayak enggak bisa ngapa-ngapain. Dia bilang asapnya ngehirup terus, enggak bisa bergerak,” ujar Feri.
Mendengar kejadian itu, Feri langsung meluncur ke lokasi. Namun, setibanya di sana, suasana sudah penuh dengan kepulan asap sisa kebakaran dan kantong-kantong jenazah mulai dievakuasi.
“Saya datang setengah jam setelah itu. Pemadam sudah selesai. Tinggal kipas besar buang asap. Saya lihat kantong-kantong jenazah. Tapi, saya belum tahu apakah adik saya ada di situ atau enggak,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Feri masih sempat mencari di antara korban selamat, berharap ada secercah keajaiban. Namun, tak ia temukan wajah yang ia cari.
“Ya udah pasrah. Ternyata benar, dari 22 korban itu, salah satunya adik saya,” kata Feri.
Di mata keluarga, Vina adalah gadis yang pendiam, namun berkarakter kuat. Anak bungsu dari enam bersaudara itu, dikenal keras kepala, tapi juga manja dan penuh kasih pada saudara-saudaranya.
“Dia orangnya baik. Pendiam. Keras, tapi karena bungsu juga jadi manja,” ujar Feri mengenang.
Saat ditanya momen paling berkesan, Feri tersenyum tipis, mengenang kebiasaan sederhana yang kini menjadi kenangan.
“Paling senang itu, kalau lihat dia ribut-ribut bercanda sama kakak-kakaknya. Dia dekat sama kakak-kakaknya yang perempuan. Sama istri saya juga, kalau sama saya paling kadang-kadang ribut-ribut bercanda, itu momen yang saya ingat,” kenang Feri.
Meskipun komunikasi terakhir mereka terjadi sebulan lalu, Feri mengaku, tidak ada tanda-tanda aneh pada Vina.
“Enggak ada hal aneh. Semua normal,” katanya.
