Kopi Pagi. (Sumber: Dok. Poskota)

Kopi Pagi

Kopi Pagi: Krisis Iklim dan Lingkungan

Kamis 04 Des 2025, 08:00 WIB

“Mengatasi masalah lingkungan perlu kebijakan konkret, bukan sebatas gerakan moral berupa ajakan atau imbauan. Masyarakat akan terlibat aktif menjaga lingkungan sekitar, jika kebijakan yang digulirkan pemerintah memihak dan memberi dampak positif bagi kehidupan mereka.” - Harmoko

Krisis Iklim dan lingkungan bukan lagi isu masa depan, tetapi sekarang, fakta yang terjadi di sekeliling kita. Cuaca ekstrem, tanah longsor dan banjir bandang di sejumlah daerah, termasuk di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh, memberi pertanda krisis iklim dan lingkungan tengah melanda negeri kita.

Krisis akibat rusaknya lingkungan hidup sejatinya sudah dirasakan dampaknya sejak lama, mulai kemarau berkepanjangan, kekeringan, banjir, dan badai.

Banjir akan merusak lingkungan jelas adanya, tetapi tak sedikit banjir terjadi akibat salah tata kelola lingkungan, penyempitan sungai, alih fungsi lahan tanpa memperhatikan aspek lingkungan Selain eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, hanya mementingkan bisnis semata, namun abai terhadap kelestarian lingkungan alam.

Baca Juga: Kopi Pagi: Dwitunggal yang (Tidak) Tanggal

Banjir bandang yang terjadi di wilayah Sumatera baru-baru ini menguak dugaan adanya pembalakan liar yang tak terkendali. Ini menuntut perhatian semua pihak, bagaimana menjaga dan merawat hutan lebih baik lagi agar tidak semakin merugikan generasi mendatang.

Tak hanya kerusakan hutan, juga lahan perkebunan dan pertanian akibat penambangan liar, penyalahgunaan izin penambangan dan masih banyak lagi eksplorasi sumber daya alam yang merusak lingkungan.

Dampak yang sudah dirasakan adalah bencana alam seperti tanah longsor, banjir bandang yang memporak-porandakan pemukiman penduduk, lahan pertanian, dan perkebunan.

Sementara kita tahu, kerusakan lingkungan belum tentu dapat dikembalikan seperti kondisi semula dalam satu masa generasi.Ini menjadi ancaman nyata yang menggerus kesejahteraan rakyat.

Baca Juga: Kopi Pagi: Menuju Pilkada Tanpa Transaksi

Dalam konteks kesejahteraan inilah, hendaknya alih fungsi lahan tidak semata mengejar target pengembangan industri. Selain aspek kelestarian lingkungan hidup, aspirasi masyarakat mempertahankan eksistensinya, budayanya, kearifan lokalnya, tanahnya dari penggusuran perlu menjadi rujukan dalam kebijakan.

Masih tingginya konflik agraria menggambarkan tidak semua alih fungsi lahan untuk pembangunan, sudah sepenuhnya selaras dengan kehendak masyarakat.

Selama 2023, 241 konflik agraria terjadi. Naik menjadi 295 konflik agraria dengan luas lahan terdampak 1,1 juta hektar pada 2024. Masyarakat yang terlibat sebanyak 67.436 KK di 349 desa.

Kita berharap konflik yang dilatarbelakangi berbagai hal, seperti ganti rugi yang tak sesuai, negosiasi yang tak sempurna hingga timbal balik yang sepihak, segera dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat, penuh kekeluargaan dan tanpa tekanan.

Rakyat sepenuhnya sadar bahwa tujuan pembangunan untuk kesejahteraan rakyatnya, tetapi jangan mengabaikan kepentingan warga yang tergusur, masa depannya keluarganya juga perlu menjadi perhatian.

Kita paham betul “jer basuki mawa bea” - segala keberhasilan membutuhkan pengorbanan. Namun, rakyat yang berkorban atas lahannya, tanahnya, kebunnya, tetap harus dilindungi agar tidak menjadi korban ketidakadilan.

Baca Juga: Kopi Pagi: Mengajar dengan Cinta

Kepedulian pemerintah, tak terkecuali Presiden Prabowo Subianto ke lokasi bencana dan berdialog langsung dengan warga korban banjir bandang di wilayah Sumatera, bentuk kehadiran negara melindungi warganya dari kerusakan lingkungan yang dapat memperpuruk kesejahteraan masa depannya.

Yang dibutuhkan kemudian adalah memperbaiki tata kelola lingkungan, mencegah lebih dini dampak kerusakan melalui kebijakan yang prolingkungan. Lebih selektif memberikan izin penguasaan dan pemanfaatan hutan, perkebunan, izin penambangan, alih fungsi lahan guna kepentingan industri. Tentu, disertai dengan penindakan tegas tanpa pandang bulu terhadap pelanggaran, penyalahgunaan perizinan dan perusak lingkungan.

Maknanya mengatasi masalah lingkungan perlu kebijakan konkret, bukan sebatas gerakan moral berupa ajakan atau imbauan pemerintah, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” dalam media ini.

Masyarakat akan terlibat aktif menjaga lingkungan sekitar, jika kebijakan yang digulirkan pemerintah memihak dan memberi dampak positif bagi kehidupan mereka.

Baca Juga: Kopi Pagi: Menyiapkan Anak Masa Depan

Sebaliknya, jika kebijakan soal lingkungan dirasakan hanya menguntungkan sekelompok/segelintir orang, jangan disalahkan jika sebagian masyarakat lainnya akan berpangku tangan menyaksikan kerusakan lingkungan

Dalam konteks tata kelola lingkungan, tak kalah pentingnya adalah menjaga dan merawat tanah guna mencegah hilangnya keanekaragaman hayati, erosi, dan tercemar untuk memastikan ketahanan pangan berkelanjutan.

Tanah merupakan salah satu bagian terpenting dari ekosistem. Ingat, sekitar 95 persen makanan kita berasal dari tanah karenanya tanah merupakan kunci untuk menopang kehidupan di bumi melalui kontribusinya terhadap pembangunan pertanian dan ketahanan pangan.

Mari kita jaga lingkungan kita, lahan kita dan tanah kita dari eksploitasi berlebihan, kepenetingan bisnis semata yang hanya menguntungkan sekelompok orang. (Azisoko)

Tags:
Harmokobecana alamAcehSumateraKopi Pagi

Tim Poskota

Reporter

Febrian Hafizh Muchtamar

Editor