POSKOTA.CO.ID - Sebuah rekor baru dalam gerakan kemanusiaan digital Indonesia tercipta. Dalam waktu kurang dari 24 jam, aksi penggalangan dana untuk korban banjir dan longsor di sejumlah wilayah Sumatra berhasil meraup donasi fantastis senilai Rp10,3 miliar.
Gelombang solidaritas ini digerakkan melalui live streaming maraton yang dipimpin oleh kreator konten dan pegiat sosial, Ferry Irwandi, bersama Malaka Project, platform edukasi yang didirikannya.
Data dari platform Kitabisa.com yang diunggah oleh akun resmi Malaka Project pada Selasa, 2 Desember 2025, menunjukkan kekuatan kolektif netizen: lebih dari 87.000 donatur turut serta mengulurkan tangan.
Angka ini menegaskan tingginya kepercayaan publik sekaligus kedalaman kepedulian masyarakat di ruang digital.
Respons Cepat dan Transparansi Penyaluran
Setelah angka Rp 10 miliar terlampaui, Ferry Irwandi segera memberikan penjelasan transparan melalui akun Instagramnya, @irwandiferry. Ia menegaskan komitmen untuk menyalurkan bantuan secara cepat dan tepat sasaran.
"Kita, tim relawan dan tim Kitabisa.com usahakan secepatnya saudara-saudara di Tamiang dapat segera kita jangkau," ujar Ferry. Wilayah Aceh Tamiang menjadi prioritas pertama penyaluran karena tingkat kerusakan dan keterisolasiannya. Ferry juga mengakui tantangan logistik yang dihadapi, terutama transportasi menuju daerah terpencil. “Pokoknya sudah kita list semua. Tantangannya nanti di transportasi, itu yang kita urus,” tegasnya.
Daftar wilayah sasaran lainnya meliputi Tapanuli, Aceh Utara, Aceh Tengah, Sibolga, Kabupaten Agam, dan Palembayan. Penjelasan yang detail dan terbuka ini merupakan kunci menjaga kepercayaan publik yang telah terbangun.
Dari Konten Edukasi ke Modal Sosial: Profil Singkat Ferry Irwandi

Pencapaian fenomenal ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Ia merupakan buah dari modal sosial dan kredibilitas yang dibangun Ferry Irwandi selama bertahun-tahun melalui konten edukasinya.
Pria kelahiran Jambi, 16 Desember 1991 ini meledak popularitasnya pada 2017 lewat konten filsafat stoikisme yang ia ramu untuk anak muda Indonesia, menekankan kendali diri dan kebahagiaan internal.
Latar belakangnya sebagai mantan PNS di Kementerian Keuangan selama 10 tahun memberinya pemahaman birokrasi, sementara keputusannya keluar pada 2022 untuk menjadi kreator penuh waktu menunjukkan komitmen pada kebebasan berekspresi.
Ferry dikenal vokal mengkritik etika digital, praktik fake giveaway, hingga kebijakan publik. Jejak digital yang konsisten inilah yang membuat publik percaya ketika ia menggalang dana besar, mereka yakin dana akan disalurkan dengan integritas yang sama dengan yang ia sampaikan dalam konten-konten kritisnya.
Peran Malaka Project: Wadah Komunitas yang Bergerak

Aksi kemanusiaan ini tidak berjalan sendirian, melainkan digerakkan secara kelembagaan di bawah payung Malaka Project. Platform yang didirikan Ferry bersama sejumlah aktivis dan kreator ini sejak awal memiliki misi membangun cara pikir kritis, logis, dan berempati.
Melalui program seperti diskusi panel, podcast, dan acara publik dengan narasumber lintas disiplin, Malaka Project telah berhasil membangun komunitas yang teredukasi dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Komunitas inilah yang menjadi motor penggerak awal donasi, menyebarkan informasi, dan memantik partisipasi massal.
Inisiatif mereka yang sedang berjalan, yakni pengembangan Institut Malaka sebagai 'kampus rakyat', semakin mempertegas komitmen jangka panjang mereka pada pendidikan dan pemberdayaan masyarakat.
Aksi penggalangan dana kilat ini menandai babak baru dalam filantropi dan respons kebencanaan di Indonesia. Kolaborasi antara figur publik kredibel, platform teknologi crowdfunding, dan kekuatan komunitas digital telah membuktikan adanya model respons yang lebih cepat, transparan, dan partisipatif.
Pencapaian Rp 10,3 miliar dalam 24 jam bukan sekadar angka, tetapi merupakan cermin solidaritas konkret warga digital Indonesia.
Ini juga menjadi preseden penting bahwa kepercayaan publik adalah aset paling berharga, yang dibangun dengan konsistensi dan integritas, dan dapat dimobilisasi untuk tujuan kemanusiaan yang lebih besar.
Tantangan sekarang berada pada fase eksekusi penyaluran, sebuah ujian akuntabilitas yang hasilnya akan menentukan standar gerakan serupa di masa depan.
