KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Penyidik Polda Metro Jaya perlahan mulai mengungkap misteri dibalik insiden ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta Utara pada Jumat, 7 November 2025.
Pelaku peledakan berinisial F yang telah ditetapkan sebagai Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH), ternyata sudah lama menyimpan dendam dan tekanan batin sebelum melakukan aksinya.
Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, Ajun Komisaris Besar Polisi Mayndra Eka Wardhana, mengatakan perasaan tertekan itu muncul sejak awal tahun 2025.
Saat itu, F mulai menunjukkan tanda-tanda kesepian dan merasa tertindas di lingkungan sekitarnya.
Baca Juga: Kabiddokkes Polda Metro: Golden Period Jadi Kunci Selamatkan Korban Ledakan SMAN 72
“Dari awal tahun, yang bersangkutan sudah mulai mencari-cari, merasa tertindas, kesepian, dan tidak tahu harus menyampaikan kepada siapa. Ia juga menyimpan dendam atas perlakuan yang dirasakannya,” ungkap Mayndra, dalam keterangannya, dikutip pada Rabu, 12 November 2025.
Menurut penyelidikan Densus 88, F mulai mengakses situs-situs di internet yang menampilkan konten kekerasan ekstrem dan kematian tragis.
Bahkan lewat dunia maya ABH menemukan komunitas gelap di media sosial yang mengagungkan kekerasan. Sehingga yang bersangkutan diduga terpapar ekstremisme dari jejaring dunia mayanya, serta memotivasi ABH untuk melakukan tindakan kekerasan.
“Yang bersangkutan mengikuti komunitas di media sosial di mana para anggotanya mengagumi tindakan kekerasan. Ketika ada pelaku yang mengunggah aksi kekerasan, mereka justru mendapat apresiasi," jelas Mayndra.
Diberitakan sebelumnya, penyidik telah resmi menetapkan siswa SMAN 72 Jakarta Utara berinisial F sebagai ABH atas kasus peledakan yang terjadi di lingkungan sekolahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Jumat, 7 November 2025.
Akibat perbuatannya, ABH yang saat ini masih terbaring di rumah sakit itu dijerat dua pasal.
“Dari hasil sidik sementara, anak yang berkonflik dengan hukum atau ABH yang terlibat dalam ledakan merupakan siswa SMA aktif bertindak secara mandiri, tak berhubungan dengan jaringan teror tertentu,” ujar Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Asep Edi Suheri.
Baca Juga: Polisi Sebut ABH Pelaku Ledakan di SMAN 72 Merasa Sendiri dan tidak Punya Tempat Curhat
Menurut Asep, penetapan itu dilakukan setelah penyidik memeriksa sedikitnya 16 saksi, terdiri dari korban, guru, keluarga, hingga teman sekolah pelaku.
Ia juga menegaskan bahwa dari hasil penyidikan sementara, F merupakan siswa aktif yang bertindak secara mandiri tanpa keterlibatan jaringan teror mana pun.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Iman Imanuddin menjelaskan bahwa pelaku dijerat dengan Pasal 80 ayat (2) Jo Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak. Kemudian Pasal 355 KUHP dan atau Pasal 187 KUHP, juga Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Iman menegaskan, meski dijerat pasal pidana, proses hukum terhadap F akan mengedepankan Sistem Peradilan Anak mengingat statusnya masih di bawah umur.
ABH memiliki hak-hak penting, seperti hak untuk dilindungi, tidak didiskriminasi, mendapatkan perlakuan adil, dan pembinaan yang sesuai.
Hak-hak ini dijamin dalam undang-undang, termasuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak,
“Sampai saat ini kami masih melakukan pengembangan terkait temuan dalam proses penyidikan tersebut,” kata Iman.
