Sebagai seorang kreator yang dikenal lewat konten investigatif dan misteri, Nessie Judge sebelumnya pernah mengangkat kasus Junko dalam videonya dengan pendekatan edukatif. Namun, ketika wajah Junko dimasukkan ke dalam dekorasi video bertema Halloween, maknanya bergeser.
Publik Jepang melihatnya sebagai pelanggaran etika, karena foto korban nyata digunakan untuk tujuan estetika hiburan.
Di sisi lain, banyak kreator Indonesia menilai bahwa kesalahan ini lebih kepada kurangnya sensitivitas budaya, bukan eksploitasi sengaja.
Klarifikasi dan Permintaan Maaf dari Nessie Judge
Melihat reaksi publik yang memanas, Nessie Judge segera mengunggah permintaan maaf resmi di akun X miliknya.
Ia menulis bahwa tindakan tersebut tidak dimaksudkan untuk menertawakan atau mengeksploitasi korban, melainkan sebagai bentuk penghormatan atas kasus yang pernah ia bahas di kanal YouTube-nya.
“Kami telah mendengarkan dan memahami kekhawatiran Anda. Apa yang kami anggap sebagai bentuk penghormatan ternyata dianggap tidak pantas. Kami mohon maaf atas kurangnya pertimbangan kami,” tulis Nessie.
Ia juga menambahkan bahwa timnya telah menghapus konten tersebut, berdiskusi secara internal, dan berkomitmen untuk memperbaiki proses kreatif ke depan.
Nessie menutup pesannya dengan menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban, penonton, dan mitra kolaborator.
Meskipun sikap tanggung jawab itu diapresiasi, perdebatan di dunia maya belum juga reda. Justru, sebagian warganet Jepang membawa isu ini ke ranah sejarah hubungan Indonesia–Jepang, yang membuat situasi semakin kompleks.
Perdebatan Lintas Budaya di Media Sosial
Beberapa akun dari Jepang mencoba mengaitkan insiden ini dengan hubungan sejarah pasca-Perang Dunia II, bahkan menyebut kontribusi tentara Jepang dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Namun, warganet Indonesia cepat menanggapi, menyebut narasi itu tidak relevan dan menutupi sisi kelam penjajahan Jepang, seperti praktik romusha (kerja paksa) dan jugun ianfu (perbudakan seksual).
Perdebatan yang awalnya soal konten digital pun melebar menjadi perdebatan sejarah dan moral antarbangsa.
