Media Bisa Menjadi Pisau Bermata Ganda dalam Isu KDRT

Minggu 26 Okt 2025, 14:24 WIB
Ilustrasi - Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). (Sumber: Poskota)

Ilustrasi - Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). (Sumber: Poskota)

KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Sosiolog kriminalitas sekaligus Dosen Purnabakti Universitas Gadjah Mada (UGM), Soeprapto, menilai bahwa media memiliki peran ganda dalam persoalan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Di satu sisi, media dapat menjadi sarana efektif untuk mendorong pemberdayaan masyarakat dan menurunkan angka kekerasan, namun di sisi lain juga berpotensi menjadi pemicu tindak kekerasan jika disalahgunakan.

“Media itu bak pisau bermata ganda. Tidak sedikit kasus kejahatan berawal dari tontonan yang bernuansa kekerasan, namun berdasarkan hasil penelitian saya, melalui media pula tindak kekerasan bisa mereda,” ujar Soeprapto saat dihubungi Poskota, Minggu, 26 Oktober 2025.

Menurut Soeprapto, apa yang disampaikannya berdasarkan disertasinya berjudul Pemberdayaan Masyarakat Menurunkan KDRT melalui Program CSR Anti Kekerasan Lembaga Media.

Baca Juga: Kasus KDRT di Jakarta Meledak, Kriminolog: Tanda Gagalnya Sistem Sosial

Ia menilai, pemberdayaan masyarakat melalui media dan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dapat menjadi strategi penting dalam upaya menekan kasus KDRT.

“Media bisa memengaruhi perilaku sosial, tergantung bagaimana konten dan pesan disampaikan. Ketika media mengedukasi dan menampilkan nilai-nilai nonkekerasan, maka potensi penyelesaian konflik secara damai akan meningkat,” Soeprapto.

Soeprapto menguraikan, masih maraknya kasus KDRT di Indonesia tidak lepas dari berbagai faktor sosial dan kultural.

Di antaranya, rendahnya keberanian korban untuk melapor, kurangnya pengetahuan tentang tempat melapor, keterbatasan kemampuan dalam mengumpulkan barang bukti, rendahnya kemauan menjadi saksi, serta tingginya budaya menutupi aib keluarga demi menjaga martabat.

“Banyak korban memilih diam karena takut atau merasa malu. Padahal, sikap diam justru memperpanjang rantai kekerasan,” ucap Soeprapto.

Soeprapto juga menjelaskan bahwa meski korban KDRT paling banyak berasal dari kalangan perempuan, pola pelaku kekerasan bisa bervariasi.


Berita Terkait


News Update