Majelis hakim memeriksa lima terdakwa kasus dugaan korupsi atas vonis lepas migor di sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. (Sumber: Poskota/Ramot Sormin)

JAKARTA RAYA

Ketua Majelis Hakim Emosional saat Sidangkan Temannya Sendiri

Rabu 22 Okt 2025, 23:59 WIB

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Sidang lanjutan kasus kasus suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah atau CPO cukup emosional bagi Ketua majelis hakim Efendi.

Efendi memimpin sidang empat hakim dan satu pineta yang tersandung kasus tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu, 22 Oktober 2025.

"Selama saya jadi hakim, inilah persidangan yang berat buat saya," kata Efendi, Rabu, 22 Oktober 2025.

Dalam kasus tersebut, lima orang ditangkap. Sementara itu, tiga korporasi terdakwa, di antaranya, Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Baca Juga: Di Hadapan Prabowo, Kejagung Serahkan Uang Rp13,25 Triliun dari Korupsi Ekspor CPO

Kelimanya, adalah Muhammad Arif Nuryanta selaku Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan sebagai Panitera Muda (Panmud) Perdata PN Jakarta Utara, dan tiga hakim yang memutus lepas yaitu Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, serta Ali Muhtarom.

Efendi mengenal Arif Nuryanta dan Agam Syarif Baharuddin secara personal. Namun, ia tidak terlalu akrab dengan Djuyamto.

"Saudara Arif, kita sama-sama tugas di Riau, saudara Ketua PN Pekanbaru, saya Ketua PN Dumai," ujarnya.

Sementara itu, ia menceritakan pengalamannya bersama Agam merintis karier sebagai hakim.

Baca Juga: Eks Hakim Djuyamto Akui Terima Uang Suap dalam Penanganan Kasus Ekspor CPO

"Tahun 1996, kita sebagai cakim (calon hakim). Tahun 1999, kita masuk diklat di Cinere, Gandul, sekarang menjadi pusdik, waktu kita masih dibawah departemen kehakiman," ujarnya.

Kemudian, ia menyampaikan saat pendidikan cakim, sampai dua minggu dididik pendidikan dasar kemiliteran dengan jalan kaki dari Sawangan ke Cilandak hingga berenang. Kalau pandai berenang, katanya, tetap harus dibenamkan oleh Marinir di Ancol.

"Dan hari ini, bukan hari ini yah, persidangan ini kita ketemu di sini. Ini soalnya, jujur suasana yang sebetulnya tidak saya sukai. Jujur, secara manusia biasa, saya emosional terhadap persidangan ini," ucapnya sambil memandang ke atas.

Ia juga menerangkan, Agam pernah bertugas di kampung halamannya di Payakumbuh.

"Saya tahu saudara di sana bagus. Dan bebannya apa, seluruh angkatan kita menengok sekarang. Yah, mungkin saya akan dihujat, kan gitu yah. Saudara teman saya. Tapi tugas negara ini harus saya emban," tuturnya.

Oleh karena itu, ketua majelis hakim bertanya kepada terdakwa Agam alasan perbuatan didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Baca Juga: Gaji Karyawan PT Agro Raya Mas Berapa? Disorot Usai Kebakaran Hebat di Pabrik CPO Medan

Sementara itu, ia berhadapan dengan terdakwa Djuyamto yang tidak dikenalnya secara personal.

"Tapi saya tahu saudara, kiprah saudara di dalam IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia) dalam memperjuangkan nasib hakim," kata dia.

Menurut sepengetahuan Efendi, Djuyamto merupakan salah seorang termasuk pengurus dalam kelompok progresif.

"Bahan kemarin perjuangan dalam meningkatkan penghasil hakim, saudara Djuyamto juga berperan," ujarnya.

Baca Juga: Apa Saja Produk Wilmar Group? Ini Profil Perusahaan yang Terseret Kasus Korupsi Ekspor CPO Rp11,8 Triliun

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung menyebut M Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan menerima uang 2500 US Dollar atau Rp40 miliar untuk mempengaruhi majelis hakim guna memutus lepas kasus korupsi migor itu.

Duit itu kata JPU diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Dari jumlah Rp40 miliar itu, JPU mengatakan M Arif Nuryanta menerima seluruhnya Rp15,7 miliar, Wahyu Gunawan Rp2,4 miliar, Djuyamto Rp9,5 miliar, Agam Syarif Baharuddin Rp6,2 miliar, Ali Muhtarom Rp6,2 miliar.

Atas perbuatannya terdakwa M Arif Nuryanta didakwa dengan Pasal 12 huruf C Jo. Pasal 18 UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 6 ayat 2 Jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo.

Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan kedua Pasal 12 huruf A UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55, subsider Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, atau ketiga primer Pasal 5 ayat 2 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke- 1, subsider Pasal 11 Jo pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau ke empat Pasal 12 B Jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor.

Sedangkan terdakwa Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, serta Ali Muhtarom didakwa dengan Pasal 12 huruf C Jo. Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 6 ayat 2 Jo. Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, atau kedua Pasal 2 b Jo. Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor.

Tags:
korupsi PN JakpusCPO

Tim Poskota

Reporter

Febrian Hafizh Muchtamar

Editor