JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Djuyamto, mantan hakim tindak pidana korupsi (tipikor) Jakarta Pusat, mengaku, bersalah karena menerima sejumlah uang terkait penanganan kasus ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng (migor) yang melibatkan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Diketahui, kasus korporasi tersebut divonis lepas alias onslag yang kemudian berujung penangkapan beberapa pihak termasuk majelis hakim oleh penyidik Kejaksaan Agung karena tercium aroma dugaan suap.
Mereka yang ditangkap adalah Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom selaku majelis hakim. Kemudian Muhammad Arif Nuryanta selaku Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan sebagai Panitera Muda (Panmud) Perdata PN Jakarta Utara.
"Saat pak Rudi Suparmono, mantan Ketua PN Jakarta Pusat menjadi saksi, saya sudah mengakui menerima uang dalam pemeriksaan perkara CPO," ucap Djuyamto memberikan keterangan di sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu, 14 Oktober 2025.
Menurut Djuyamto, hal itu menandakan bahwa kasus yang sedang dihadapinya sudah 75 persen telah terang benderang.
"Saya mengaku bersalah menerima uang. Saya sudah diberhentikan dari hakim, apa lagi yang mau saya bela pak?" ujarnya.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung menyebut M Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan menerima uang 2500 US Dollar atau Rp40 miliar untuk mempengaruhi majelis hakim guna memutus lepas kasus korupsi migor itu.
Duit itu kata JPU diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Dari jumlah Rp40 miliar itu, JPU mengatakan M Arif Nuryanta menerima seluruhnya Rp15,7 miliar, Wahyu Gunawan Rp2,4 miliar, Djuyamto Rp9,5 miliar, Agam Syarif Baharuddin Rp6,2 miliar, Ali Muhtarom Rp6,2 miliar.
Baca Juga: Kejagung Sita Uang Rp11,8 Triliun, 5 Perusahaan Besar Terlibat Korupsi Ekspor CPO