Resolusi Jihad ini menjadi pemicu semangat perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajahan Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia pasca-Proklamasi 17 Agustus 1945.
Resolusi Jihad berisi seruan wajib bagi umat Islam untuk berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
KH. Hasyim Asy’ari menegaskan bahwa membela tanah air hukumnya fardhu ‘ain (wajib bagi setiap individu) bagi umat Islam yang tinggal dalam radius tertentu dari medan pertempuran.
Seruan ini kemudian membangkitkan semangat para santri dan masyarakat Surabaya untuk melawan pasukan Sekutu dan Belanda.
Akibatnya, terjadi pertempuran besar yang dikenal sebagai Pertempuran 10 November 1945, yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional.
Baca Juga: Apakah Hari Diwali 2025 Termasuk Libur Nasional? Ini Penjelasan Resminya
Para santri tidak hanya berjuang melalui doa dan pendidikan agama, tetapi juga turun langsung ke medan perang. Banyak pesantren yang menjadi basis perjuangan, tempat pelatihan militer, dan pusat logistik bagi pejuang rakyat.
Peran santri dan ulama menjadi bukti bahwa agama dan nasionalisme berjalan seiring dalam sejarah Indonesia. Santri berperan menjaga moral, keimanan, sekaligus membela keutuhan NKRI.
Hari Santri Nasional resmi ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015, yang ditandatangani pada 15 Oktober 2015.
Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa penetapan Hari Santri bukan hanya untuk kalangan pesantren, tetapi juga penghargaan bagi seluruh elemen bangsa yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia atas dasar nilai-nilai keislaman.