KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Aksi bunuh masih marak terjadi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Tercatat dari awal bulan Januari 2025 hingga saat ini, sebanyak 36 laporan kasus bunuh diri wilayah hukum Polda Metro Jaya tersebut.
Dengan data itu, maka rata-rata sekitar 3-4 orang dilaporkan meninggal dengan cara bunuh diri setiap bulannya.
Pengamat sosial dari Universitas Indonesia (UI), Rissalwan Habdy Lubis, menilai bahwa kasus-kasus bunuh diri mencerminkan hilangnya harapan hidup pada sebagian masyarakat.
Hal ini kebalikan dari kasus-kasus penipuan seperti dukun pengganda uang dan sebagainya. Mereka tertipu karena terlalu percaya dan berharap berlebihan.
"Manusia itu adalah makhluk yang berharap. Tapi dalam kasus ini, justru sebaliknya. Ini menunjukkan bahwa orang itu bisa dalam kondisi habis harapannya,” ujar Rissalwan, kepada Poskota, Senin, 6 Oktober 2025.
Baca Juga: Wanita Asal Pamulang Tangsel Diduga Coba Bunuh Diri di Flyover Cibinong Bogor
Menurut Rissalwan, pandangan ini sejalan dengan teori klasik sosiolog Prancis, Emile Durkheim, yang menyatakan bunuh diri bukan sepenuhnya kehendak individu, melainkan akibat tekanan eksternal yang disebut 'fakta sosial'.
Sehingga bisa dikatakan bahwa bunuh diri kemungkinan berasal dari dorongan eksternal. "Fakta sosial itu berada di luar individu dan memaksa individu melakukan sesuatu yang sebenarnya dia tidak mau,” beber Rissalwan.
Rissalwan mencontohkan beberapa kasus bunuh diri yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. Kata dia, seorang pedagang gorengan ditemukan tewas di toilet minimarket, Sawangan, Depok, Jumat, 22 Agustus 2025 lalu.
Kemudian belum lama ini, juga terjadi di Depok, ada seorang suami yang gantung diri di depan rumahnya setelah mengetahui istrinya selingkuh.
"Ini menunjukkan orang akhirnya memutuskan bunuh diri karena tidak ada nilai lagi yang bisa dijadikan acuan, kehilangan harapan,” ucap Rissalwan.