Bahkan, dikatakan Amir, dulu dirinya mampu meraup omzet Rp1 juta lebih setiap harinya. Namun, sekarang dia hanya bisa mendapat omzet sekitar Rp300-500 ribu setiap harinya. Tak jarang, barang dagangannya itu terjual sama sekali.
"Saya tuh omzet dulu-dulu mah lumayan 1 juta lebih, kalau sekarang kondisi sepi paling 500-300 ribu gitu sehari," ungkap dia.
Untuk harga kios per-bulannya, Amir menyebut, dia bersama pedagang lainnya hanya diminta biaya sebesar Rp150 ribu perbulan.
"Kalau harga kios di sini 150 ribu (perbulan). nah sekarang udah nggak dipungut lagi karena sepi kayaknya deh," tutur dia.
Selain sepinya pengunjung atau pembeli, Amir mengaku, kerap khawatir dengan para pengamen maupun pengemis yang kerap kali menempati untuk menginap lokbin kios terbengkalai di belakang kiosnya tersebut.
"Di sini tuh banyak pengamen gembel-gembel gitu pengemis yang pada tidur kalau malam. kalau dibilang Khawatir mah kita khawatir barang dagangan kita diambil gitu," ujar Amir.
Kendati demikian, Amir berharap agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dapat membina serta mempersatukan kembali pedagang-pedagang lain yang berjualan di sekitar kawasan kota tua untuk kembali berdagang di lokbin Intan tersebut.
Baca Juga: Harga Tiket Masuk Museum Bank Indonesia di Kota Tua, Lengkap dengan Cara Beli dan Jam Operasional
"Ya saya berharap sih semoga bisa dibina aja para pedagang-pedagang login Intan ini kalau bisa disatukan dengan pedagang-pedagang yang lain yang di trotoar gitu, Karena kan sekarang banyak yang bisa pisah," ungkapnya.
Hal senada dirasakan Mursida, 52 tahun, pedagang topi dan tas. Ia sudah berjualan di sana sejak 2017.
Dengan sewa kios hanya Rp150 ribu per bulan, ia memilih bertahan meski penghasilan jauh menurun.
“Dulu bisa dapat Rp300 ribu sampai Rp400 ribu sehari, kadang laris. Sekarang paling cuma satu-dua potong yang laku sekitar Rp75 ribu. Bahkan, bulan ini pernah nggak ada sama sekali,” ujarnya.