Kuasa hukum korban, La Ode Muhammad Sofyan Nurhasan, menyoroti penerbitan SKCK untuk Litao meski masih berstatus buronan. Menurutnya, SKCK hanya bisa diterbitkan untuk mantan narapidana yang sudah menjalani hukuman, bukan DPO.
Diketahui, anggota Polres Wakatobi berinisial SU yang menerbitkan SKCK tersebut dimutasi ke Buton Utara pada Maret 2025 setelah kasus ini terungkap. Sofyan menduga ada pihak-pihak tertentu yang meloloskan proses tersebut.
Penetapan Tersangka
Pada 28 Agustus 2025, Ditreskrimum Polda Sultra resmi menetapkan Litao sebagai tersangka melalui surat Nomor Tap/126/VIII/RES.1.7/2025. Hal ini dibenarkan Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Iis Kristian.
Sementara itu, dua pelaku lain yang terlibat, Rahmat La Dongi dan La Ode Herman, sudah divonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh PN Baubau pada 2015. Dari putusan tersebut, kuasa hukum menilai Litao merupakan pelaku utama.
Keluarga Korban Menyambut Lega
Ayah korban, La Nuru Dego, menyampaikan rasa syukur atas penetapan tersangka terhadap Litao. Ia menilai hal ini sebagai bukti bahwa pelaku akhirnya bisa diproses hukum.
Namun, ia juga menuding adanya pembiaran selama 11 tahun dan berharap Kompolnas serta Komnas HAM turun tangan agar kasus tidak dipolitisasi.
Cermin Lemahnya Sistem
Kasus Litao menjadi alarm serius bagi aparat penegak hukum dan penyelenggara pemilu. Peristiwa ini menunjukkan celah besar dalam sistem, di mana seorang buronan bisa lolos verifikasi, bahkan duduk di kursi legislatif.