Profil Andri Tedjadharma: Mantan Pemegang Saham Bank Centris yang Ramai Disebut Usai Kritik Sri Mulyani

Sabtu 13 Sep 2025, 07:46 WIB
Ilustrasi Bank Centris Internasional, bagian dari sejarah panjang krisis perbankan Indonesia dan kasus BLBI. (Sumber: Dok/Bank Indonesia)

Ilustrasi Bank Centris Internasional, bagian dari sejarah panjang krisis perbankan Indonesia dan kasus BLBI. (Sumber: Dok/Bank Indonesia)

POSKOTA.CO.ID - Nama Andri Tedjadharma belakangan kembali ramai diperbincangkan publik. Mantan pemegang saham Bank Centris Internasional ini menarik perhatian setelah memberikan pernyataan terkait pencopotan Sri Mulyani Indrawati dari jabatan Menteri Keuangan dalam reshuffle Kabinet Merah Putih oleh Presiden Prabowo Subianto.

Andri secara tegas menyebut pencopotan Sri Mulyani sebagai sesuatu yang “tak perlu ditangisi” bahkan mengaitkannya dengan prinsip hukum karma. Komentar ini bukan sekadar opini biasa, melainkan lahir dari pengalaman pahit panjang yang ia alami terkait perampasan aset pada era krisis perbankan.

Lantas, siapa sebenarnya Andri Tedjadharma? Mengapa kisah masa lalunya kembali menyeruak ke permukaan?

Baca Juga: Jadwal Buka Tutup Jalur Puncak Bogor Sabtu 13 September 2025: Catat Ganjil Genap dan One Way

Profil Singkat Andri Tedjadharma

Andri Tedjadharma lahir pada tahun 1957 dan dikenal sebagai seorang pengusaha sekaligus pemegang saham Bank Centris Internasional. Dalam catatan sejarah keuangan Indonesia, namanya tidak bisa dilepaskan dari dinamika sektor perbankan pada era 1990-an hingga 2000-an.

Sebagai pemegang saham, Andri sempat menikmati reputasi sebagai bagian dari elite bisnis perbankan. Namun, perjalanan itu tidak bertahan lama. Konflik hukum, kebijakan pemerintah, dan dinamika politik membuat posisinya berubah drastis.

Kasus Perampasan Aset Bank Centris

Awal Mula

Kasus bermula dari pembekuan Bank Centris yang kemudian berujung pada penyitaan aset oleh pemerintah. Menurut Andri, penyitaan ini dilakukan tanpa landasan putusan pengadilan yang sah. Ratusan aparat terlibat dalam proses eksekusi, yang dianggapnya sebagai bentuk perampasan paksa.

Peran Satgas BLBI

Penyitaan aset Andri dikaitkan dengan tudingan keterlibatannya dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Satgas BLBI bersama lembaga terkait seperti KPKNL dan PUPN melaksanakan penyitaan, termasuk rumah pribadi Andri.

Pada 27 Agustus 2024, Juru Sita KPKNL Jakarta 1 kembali mendatangi rumah Andri untuk melakukan penyitaan. Namun, ia dengan tegas menolak tuduhan tersebut, menyatakan dirinya adalah korban fitnah.

Dampak Langsung

Andri mengaku rumahnya bahkan pernah dijarah dua kali, meninggalkan luka mendalam baik secara psikologis maupun materiil. Dalam keterangannya, ia menyebut peristiwa itu sebagai “bukti nyata” ketidakadilan hukum yang dialaminya.

“Saya sebenarnya menjadi korban. Mereka menyita harta saya dengan aparat ratusan orang secara paksa sehingga saya dizolimi. Karma pun terjadi; rumah saya dijarah dua kali. Saya ingatkan kembali Bu Sri Mulyani, itu adalah hukum karma,” ujar Andri.

Hubungan dengan Sri Mulyani

Pernyataan Andri tentang pencopotan Sri Mulyani tidak berdiri sendiri. Ia menilai Sri Mulyani sebagai figur yang mengabaikan proses perampasan aset yang ia alami. Luka lama itu kemudian membuat Andri menghubungkan lengsernya Sri Mulyani dengan prinsip hukum karma.

Andri juga menegaskan bahwa sejarah seharusnya mencatat bukan hanya prestasi, tetapi juga sisi gelap dari kebijakan keuangan negara. Kritik ini menjadi refleksi atas bagaimana tata kelola aset negara dan mekanisme hukum masih menyisakan persoalan serius.

Kronologi Singkat

  1. Pembekuan Bank Centris – seluruh aset, dokumen, dan harta bank disita.
  2. Satgas BLBI dan KPKNL – melaksanakan penyitaan rumah Andri pada 27 Agustus 2024.
  3. Tudingan obligor BLBI – Andri disebut terkait, namun ia bantah keras.
  4. Penyitaan paksa – melibatkan ratusan aparat tanpa dasar pengadilan.
  5. Dampak pribadi – rumah dijarah dua kali, meninggalkan trauma panjang.

Korban atau Tersangka?

Pertanyaan besar yang sering muncul adalah apakah Andri Tedjadharma korban atau tersangka dalam kasus ini. Dari sudut pandangnya, ia adalah korban ketidakadilan hukum. Namun, di mata aparat negara, ia sempat digolongkan sebagai obligor BLBI.

Kontroversi ini memperlihatkan betapa kompleksnya penegakan hukum pada masa krisis keuangan. Banyak pihak menilai kasus-kasus semacam ini menunjukkan lemahnya tata kelola, hingga akhirnya melahirkan perdebatan panjang di ruang publik.

BLBI: Luka Lama yang Belum Selesai

Kasus BLBI merupakan salah satu skandal keuangan terbesar dalam sejarah Indonesia. Program bantuan ini awalnya dimaksudkan untuk menyelamatkan perbankan nasional, tetapi kemudian diwarnai penyimpangan, penyalahgunaan, dan konflik hukum berkepanjangan.

Nama-nama besar, termasuk para pemilik bank dan pengusaha, terseret dalam kasus ini. Hingga kini, meski sudah puluhan tahun berlalu, penyelesaian BLBI masih menyisakan tanda tanya. Kisah Andri Tedjadharma menjadi bagian dari mosaik besar sejarah tersebut.

Baca Juga: Tertekan Ekonomi Keluarga, Pemuda di Depok Tewas Gantung Diri

Dimensi Sosial dan Politik

Pernyataan Andri bukan hanya sekadar keluhan pribadi, tetapi juga kritik sosial terhadap praktik tata kelola negara. Ia menyoroti bagaimana kekuasaan bisa menindas individu, dan bagaimana hukum kadang dipandang tidak berpihak pada rakyat.

Konteks politik juga ikut memengaruhi narasi ini. Ketika Presiden Prabowo melakukan reshuffle dan mencopot Sri Mulyani, komentar Andri mendapat ruang besar di media dan publik. Hal ini menunjukkan bagaimana sejarah personal bisa berkelindan dengan dinamika politik nasional.

Sebagian menilai komentar itu sebagai bentuk pelampiasan luka lama, sementara yang lain melihatnya sebagai kritik yang relevan terhadap tata kelola aset negara.

Tokoh publik pun ikut memberikan komentar. Ada yang mendukung Andri sebagai korban, ada pula yang mengingatkan bahwa kasus BLBI terlalu kompleks untuk disederhanakan dalam narasi karma.

Refleksi dan Pembelajaran

Kisah Andri Tedjadharma membuka ruang refleksi penting. Pertama, soal pentingnya kepastian hukum dalam setiap kebijakan penyitaan aset. Kedua, soal transparansi dalam pengelolaan dana publik dan program penyelamatan perbankan. Ketiga, tentang bagaimana luka pribadi dapat menjadi pengingat kolektif agar sejarah kelam tidak terulang.

Andri Tedjadharma adalah figur yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah perbankan Indonesia, terutama dalam konteks kasus Bank Centris dan BLBI. Pernyataannya tentang pencopotan Sri Mulyani hanyalah puncak dari gunung es pengalaman panjang yang ia alami.

Kontroversi ini menegaskan bahwa sejarah bukan hanya soal prestasi, tetapi juga luka. Dan selama luka itu belum diakui atau diselesaikan secara adil, ia akan terus menjadi bagian dari diskursus publik.


Berita Terkait


undefined
SERBA-SERBI

Obrolan Warteg: Mundur Terhormat

Sabtu 13 Sep 2025, 07:06 WIB

News Update