POSKOTA.CO.ID - Nama Riezky Kabah Nizar, lebih dikenal sebagai Rizky Kabah, kembali ramai diperbincangkan di media sosial. Warganet mempertanyakan identitasnya siapa dia, berapa usianya, apa nama akun Instagram dan TikTok miliknya, serta alasan ia bisa mendadak viral hingga masuk pemberitaan nasional.
Rizky Kabah lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, pada 30 September 2003. Pada tahun 2025, usianya genap 22 tahun. Meskipun kerap tampil menggunakan seragam putih abu-abu dalam video, faktanya ia sudah lulus SMA sejak tahun 2020. Gaya berpakaian ala pelajar diduga hanya sebagai strategi untuk menarik atensi audiens muda di media sosial.
Dari sisi pendidikan, ia sempat menempuh studi di SMAS M Pontianak (2017–2020) lalu melanjutkan ke SMAN Pontianak (2020–2023).
Setelah itu, ia lebih serius menekuni dunia konten kreator dengan akun TikTok @riezky.kabah dan Instagram @ikykabah sebagai saluran utama publikasinya.
Baca Juga: Raffi Ahmad Disorot Publik Usai Isu Penggelapan Pajak Rp399 Miliar, Begini Kronologi Lengkapnya
Mengapa Rizky Kabah Viral?
Ucapan Kontroversial tentang Guru
Sebelum kasus besar yang pecah di tahun 2025, nama Rizky Kabah sudah beberapa kali menghiasi linimasa TikTok berkat pernyataan ekstremnya. Ia sering membalut opini dengan gaya komedi khas remaja sekolah, namun beberapa konten dinilai melampaui batas.
Puncak kontroversi terjadi pada 9 Februari 2025, saat ia mengunggah video dengan pernyataan,
“Semua guru di Indonesia jahat dan korupsi.”
Video tersebut langsung menuai reaksi keras dari masyarakat. Dalam hitungan jam, tayangan itu ditonton lebih dari 3,1 juta kali dan dipenuhi 13 ribu komentar. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kalimantan Barat segera melaporkannya ke Polda Kalbar atas tuduhan pencemaran nama baik profesi guru.
Setelah laporan diterima, Rizky sempat menghilang dan diduga pergi ke Jakarta. Namun pada 3 Maret 2025, pihak kepolisian berhasil mengamankannya untuk pemeriksaan. Dalam proses hukum, ia akhirnya mengakui kesalahan serta menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh guru di Indonesia.
Menurut pengakuannya, ucapan tersebut lahir dari pengalaman pribadi semasa sekolah, di mana ia merasa pernah diperlakukan tidak adil oleh sejumlah guru. Meski demikian, publik tetap menilai tindakannya tidak pantas dijadikan konten viral.
Baca Juga: Cek Harga Xiaomi Redmi Note 15 Pro Plus Lengkap dengan Spesifikasinya
Konten Menghina Suku Dayak
Belum tuntas kasus sebelumnya, pada 9 September 2025, Rizky Kabah kembali memicu kontroversi yang lebih serius. Dalam sebuah video, ia mengatakan,
“Suku Dayak sangat menganut ilmu hitam, bahkan kerajaan Majapahit pun mengakuinya.”
Ia bahkan merekam pernyataan tersebut di depan Rumah Radakng, rumah adat terbesar suku Dayak, sambil menyebut tempat itu dihuni seorang “dukun sakti”.
Konten semacam ini dipandang melecehkan budaya lokal. Pasalnya, Rumah Radakng merupakan simbol identitas dan persatuan masyarakat Dayak, bukan tempat yang terkait dengan praktik mistis. Meski videonya cepat dihapus, jejak digital sudah menyebar luas dan memancing amarah publik.
Dua organisasi adat, yaitu Ormas Pemuda Dayak dan Ormas Mangkok Merah, resmi melaporkan akun TikTok Rizky ke polisi. Banyak pihak menilai ia tidak menunjukkan itikad baik karena enggan segera meminta maaf. Akibatnya, jalur hukum menjadi pilihan masyarakat adat untuk menuntut keadilan.
Hingga kini, kasus dugaan penghinaan terhadap suku Dayak tersebut masih dalam penyelidikan pihak kepolisian. Di media sosial, gelombang kecaman semakin deras. Warganet ramai-ramai menuntut agar Rizky diberi sanksi tegas agar menjadi pelajaran bagi kreator konten lainnya.
Fenomena Rizky Kabah menjadi bukti bahwa konten viral tidak selalu identik dengan prestasi atau karya positif. Popularitas yang dibangun melalui provokasi justru berpotensi menimbulkan masalah hukum dan sosial.
Kasus ini juga menunjukkan pentingnya etika bermedia sosial bagi generasi muda, terutama kreator konten yang memiliki pengaruh luas. Seperti dikatakan seorang pemerhati media digital, “Kreator konten seharusnya sadar bahwa apa yang mereka ucapkan bisa berdampak besar, baik pada individu maupun komunitas.”