Hunian Vertikal Solusi di Tengah Keterbatasan Lahan Jakarta

Kamis 11 Sep 2025, 21:40 WIB
Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Andira Reoputra (kedua dari kanan) menyampaikan keterangan kepada awak media di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 11 September 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: M Tegar Jihad)

Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Andira Reoputra (kedua dari kanan) menyampaikan keterangan kepada awak media di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 11 September 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: M Tegar Jihad)

Menurutnya, keberhasilan ini turut diperkuat oleh portofolio aset strategis perusahaan yang tersebar di Kuningan, Sudirman, hingga Pondok Kelapa, dengan nilai aset mencapai Rp7 triliun.

Tak hanya menyediakan rumah, proyek Sarana Jaya juga memberikan efek turunan ekonomi yang besar.

"Lebih dari 180 industri ikut terdorong, mulai dari semen, pasir, besi, hingga furnitur dan elektronik. Kehadiran proyek perumahan turut memunculkan aktivitas UMKM lokal di sekitar kawasan pembangunan," ucap Andira.

Ke depan, dikatakan Andira, pengembangan kawasan Tanah Abang akan menjadi fokus berikutnya.

"Kawasan ini akan dirancang secara bertahap dengan integrasi hunian, pasar komersial, logistik, dan fasilitas publik," ujarnya.

Andira menyebut, sebagai perusahaan yang sahamnya milik pemerintah, Sarana Jaya harus amanah, transparan, dan profesional.

Selain itu, legalitas seluruh proyek harus terjamin, akses transportasi memadai, dan fasilitas hunian terus dilengkapi, mulai dari ruang pertemuan warga hingga ruang terbuka hijau.

"Kami percaya, dengan kolaborasi dan dukungan semua pihak, Jakarta bisa tumbuh menjadi kota global dengan standar hunian modern, inklusif, dan terjangkau," kata Andira.

Sementara itu Kepala Bidang Permukiman pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta, Retno Sulistyaningrum, menyampaikan hunian vertikal menjadi keniscayaan di tengah keterbatasan lahan di Ibu Kota.

Menurutnya, dengan jumlah penduduk sekitar 10,6 juta jiwa dan kepadatan 16.155 per kilometer persegi, kebutuhan hunian di DKI Jakarta mencapai 288.393 unit.

"Alasan kenapa harus hunian vertikal? Ketika lahan terbatas, kebutuhan juga banyak, akhirnya mengakibatkan harga jual yang semakin meningkat dan jadi semakin ke pinggir. Harapannya, kita semua bisa mengakses hunian-hunian yang ada di DKI Jakarta," kata Retno.

Selain itu, Retno mengatakan, lonjakan harga tanah dan hunian berimbas pada semakin banyaknya kawasan kumuh.


Berita Terkait


News Update