KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Kondisi ekonomi yang lesu dan belum juga pulih membuat masyarakat Indonesia yang mengandalkan pinjaman online (pinjol) sebagai jalan keluar cepat untuk kebutuhan keuangan sehari-hari, semakin banyak.
Kondisi seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) memaksa masyarakat berutang demi kebutuhan dasar, bukan untuk keperluan produktif.
“Orang pinjam bukan buat usaha, tapi buat makan anak. Banyak juga anak muda yang pinjam cuma buat gaya hidup,” ujar pengamat ekonomi, Ibrahim Assuaibi kepada Poskota, Sabtu, 6 September 2025.
Ibrahim juga menyoroti pola pikir sebagian masyarakat yang cenderung meremehkan kewajiban membayar. Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total outstanding pinjol per Juni 2025 mencapai Rp83,52 triliun, naik 25,06 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Utang Pinjol Warga Indonesia Terus Membengkak: Jawa Barat Ranking 1, NTB Paling Banyak Galbay
Seiring dengan itu tingkat risiko kredit atau gagal bayar alias Galbay (TWP90) di angka 2,85 persen.
“Mereka pikir, saya dikasih duit sekarang, urusan bayar nanti saja,” ucal Ibrahim.
Menurut Ibrahim, ini adalah gejala dari rendahnya literasi keuangan dan hukum yang menyebabkan masyarakat mudah tergoda janji manis pinjol tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.
Karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati, tidak mudah tergoda dengan kemudahan pinjol, dan selalu mempertimbangkan kemampuan membayar sebelum mengambil keputusan meminjam.
“Jangan tergiur kemudahan pinjol. Pastikan pinjam di platform legal dan hitung kemampuan bayar,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ibrahim menilai, proses yang cepat dan tanpa syarat berat ini menjadi solusi instan, terutama bagi kalangan berpenghasilan rendah seperti guru honorer yang hanya menerima Rp200-300 ribu per bulan.