Ferry Irwandi Ungkap Teori Friction Shifting: Konsep Baru yang Diklaim Mampu Memanipulasi dan Mengubah Algoritma

Selasa 19 Agu 2025, 09:40 WIB
Ferry Irwandi, Founder Malaka Project, saat menjelaskan Friction Shifting Theory dalam sebuah diskusi publik. (Sumber: Youtube/@FerryIrwandi)

Ferry Irwandi, Founder Malaka Project, saat menjelaskan Friction Shifting Theory dalam sebuah diskusi publik. (Sumber: Youtube/@FerryIrwandi)

Hal yang sama juga terjadi pada isu tes IQ dan kasus hukum Tom Lembong. Narasi dominan yang awalnya terbentuk berhasil dipatahkan dengan kontra-narasi. Fenomena ini menunjukkan bahwa algoritma bisa diarahkan untuk menciptakan arena diskusi, bukan hanya pasif menampilkan tren.

Dampak dari eksperimen ini bahkan terasa di luar dunia digital:

  • Penjualan buku filsafat melonjak.
  • Minat pada tes IQ meningkat.
  • Karya dan aktivitas Malaka Project ikut terdorong ke permukaan.

“Ini bukti bahwa algoritma bukan hanya mengatur tontonan, tapi bisa membentuk perilaku konsumsi masyarakat,” tegas Ferry.

Hasil dari gagasan FST memiliki dua sisi.

  1. Peluang Positif:

    • Membuka ruang bagi isu kritis yang selama ini tenggelam.
    • Memberi kekuatan bagi kelompok kecil untuk menantang narasi besar.
    • Mendorong literasi publik karena diskusi yang lebih beragam.
  2. Potensi Negatif:

    • Bisa dimanfaatkan untuk propaganda atau manipulasi politik.
    • Menyulut konflik sosial jika perdebatan tidak terkendali.
    • Membuat publik sulit membedakan mana isu yang “alami” dan mana yang “direkayasa.”

Dengan demikian, FST menghadirkan pertanyaan etis: apakah kita siap hidup dalam ruang digital yang bisa dengan sengaja dimanipulasi?

Akademisi dan Ruang Publik

Bagi Ferry, Friction Shifting Theory bukan sekadar trik viral, melainkan model baru komunikasi massa. Ia menekankan pentingnya keberanian akademisi untuk membawa gagasan keluar dari ruang kelas dan jurnal ilmiah, masuk ke arena publik.

“Lu punya knowledge, punya idea. Tapi apa artinya kalau enggak bisa ditantang, diterima, dijalankan, atau didebat orang lain?” ujarnya.

Pesan ini menyiratkan bahwa ilmu tidak cukup berhenti pada teori. Ia harus diuji secara sosial, diperdebatkan, dan diuji relevansinya dalam kehidupan nyata.

Baca Juga: Camillia Azzahra Pindah Agama? Viral Unggahan Atalia Praratya di Momen Ultah Anak Ridwan Kamil

Implikasi Global: Mengubah Peta Komunikasi Digital

Walaupun masih dalam tahap beta testing sebagai bagian dari disertasi doktoralnya, potensi FST sangat besar. Jika efektif, teori ini bisa:

  • Mengubah cara organisasi, pemerintah, dan komunitas membangun komunikasi.
  • Menjadi strategi alternatif untuk melawan dominasi konten hiburan dangkal.
  • Menjadi model baru interaksi digital yang lebih kritis dan reflektif.

Pada level global, FST mengingatkan dunia bahwa algoritma adalah arena pertarungan ide. Ia bukan sekadar alat pasif, tetapi ruang yang bisa didesain ulang, dipengaruhi, dan bahkan dimanipulasi secara kolektif.

Kehadiran Friction Shifting Theory menunjukkan bahwa kita sudah memasuki era baru komunikasi digital. Publik tidak lagi sekadar konsumen pasif algoritma, melainkan bisa menjadi aktor aktif yang mempengaruhi arah percakapan global.


Berita Terkait


News Update