POSKOTA.CO.ID - Kisruh antara pemerintah daerah Kabupaten Pati dan warganya memuncak pada aksi demonstrasi yang berlangsung kemarin. Latar belakangnya adalah kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250% yang dirasakan memberatkan sebagian besar masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Berdasarkan pantauan lapangan, aksi dimulai sejak pagi hari ketika warga dari berbagai kecamatan mulai memadati jalan-jalan utama menuju alun-alun Pati. Massa membawa poster, spanduk, dan pengeras suara untuk menyuarakan penolakan mereka.
Suasana awalnya tertib, namun tegang, mengingat sebelumnya Bupati Pati, Sudewo, sempat mengeluarkan pernyataan yang menantang pihak yang tidak setuju untuk menggelar protes besar-besaran. Tantangan itu ternyata benar-benar dijawab oleh warga.
Baca Juga: Ketua Komisi II DPR RI Sebut Kasus Pati Tidak Harus Berujung pada Pemakzulan terhadap Bupati Pati
Bupati Sudewo Keluar Menyapa Massa
Sekitar tengah hari, Bupati Sudewo keluar dari kantor pemerintahan untuk menyapa dan memberikan pernyataan singkat kepada para demonstran. Namun, situasi cepat berubah memanas karena sorakan dan teriakan warga yang menuntut kejelasan, sehingga beliau memutuskan untuk kembali masuk ke dalam gedung.
Di tengah tekanan tersebut, pemerintah daerah akhirnya mengumumkan bahwa kebijakan kenaikan PBB akan dibatalkan. Sudewo juga menyampaikan permohonan maaf atas pernyataannya sebelumnya yang dinilai memancing emosi publik.
Penyebab Ledakan Protes
Jika dilihat dari perspektif kebijakan publik, protes ini tidak semata-mata tentang kenaikan PBB. Ada sejumlah faktor yang membuat kemarahan warga memuncak:
- Kenaikan Pajak yang Signifikan
Kenaikan hingga 250% dalam waktu singkat memicu guncangan psikologis dan finansial bagi warga, khususnya mereka yang berpenghasilan menengah ke bawah. - Minimnya Sosialisasi Kebijakan
Banyak warga mengaku tidak mendapatkan penjelasan yang memadai sebelum kebijakan tersebut diumumkan. Sosialisasi yang terbatas membuat warga merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. - Pernyataan Publik yang Memicu Reaksi Emosional
Tantangan Bupati kepada warga untuk melakukan protes dinilai sebagai bentuk komunikasi yang tidak sensitif terhadap keresahan masyarakat.
Reaksi Publik: “Pati Adalah Kunci”
Di tengah derasnya arus komentar di media sosial, pandangan menarik datang dari Neneng Rosdiyana, seorang warga yang mengungkapkan ekspresinya di platform Facebook. Ia menegaskan:
"Pati adalah KUNCI. Jika rakyat Pati berhasil menurunkan Si Raja Kecil dari singgasana nya besok, maka itu akan menjadi rambu kuning buat pejabat-pejabat lain agar lebih berhati-hati dengan jabatan dan kebijakan nya. Namun jika rakyat Pati gagal, yang terjadi adalah sebaliknya. Para pejabat akan lebih arogan dan semau sendiri dalam setiap kebijakan nya. Pati adalah barometer sekaligus pembuktian, masihkah rakyat berkuasa? Atau hanya sekedar pelengkap untuk mendulang suara."
Pernyataan ini mencerminkan betapa besar muatan simbolis dari peristiwa ini. Pati bukan hanya soal pajak, tetapi tentang relasi kekuasaan antara rakyat dan penguasa.
Analisis: Mengapa Peristiwa Ini Penting?
1. Barometer Demokrasi Lokal
Demokrasi tidak hanya hidup di ruang sidang DPR atau Pemilu nasional. Ia juga berdenyut di kabupaten-kabupaten, di mana kebijakan langsung menyentuh kehidupan warga. Pati kini menjadi “laboratorium” bagaimana suara rakyat dapat mengoreksi kebijakan pemerintah daerah.