POSKOTA.CO.ID - Senin pagi, 4 Agustus 2025, menjadi momen kelabu bagi warga Kelurahan Karombasan, Manado. Di sebuah rumah sederhana di Jalan Sion, ditemukan tubuh seorang remaja 18 tahun tergeletak bersimbah darah. Ia adalah Joel Alberto Tanos, satu-satunya anak dari pasangan pengusaha berpengaruh, Nando Tanos dan Estee Anastasia Londa.
Joel bukan sekadar anak muda biasa. Ia adalah cucu dari pemilik PT Marga Dwita Guna, perusahaan konstruksi yang memiliki kontrak proyek nasional dan dikenal luas di kawasan timur Indonesia.
Publik mengenalnya sebagai bagian dari kelompok elite yang kerap dijuluki “9 Naga Sulut”, sebutan tak resmi bagi para tokoh yang dianggap memiliki pengaruh besar dalam bidang bisnis dan sosial di Sulawesi Utara.
Namun semua identitas, kekuasaan, dan silsilah itu tidak mampu menyelamatkan Joel dari kenyataan pahit: meninggal dunia akibat luka tusukan dalam pertikaian yang bermula dari kecemburuan asmara.
Baca Juga: Pedagang Ikan Hias di Gunung Sahari Jakpus, Bertahan Meski Persaingan Ketat
Menurut informasi dari Subdit III Jatanras Polda Sulut, kejadian bermula dari upaya Joel mencari kekasihnya yang dikabarkan sedang bersama beberapa pria sambil mengonsumsi minuman keras. Joel tidak sendiri. Ia datang bersama beberapa saksi ke lokasi tersebut pada pukul 07.00 WITA.
Setibanya di lokasi, situasi berubah menjadi tegang. Joel mendobrak pintu rumah karena melihat kekasihnya tengah bersosialisasi dengan beberapa laki-laki, termasuk AMR alias Abdul (29) dan ES alias Ervan (27).
Ketegangan meningkat saat Joel menegur kekasihnya dan menantang para pria yang ada di sana. Keributan pun terjadi. Salah satu tersangka, Ervan, menusukkan senjata tajam ke beberapa bagian tubuh Joel, yang membuat remaja itu kehilangan nyawa sebelum sempat dilarikan ke rumah sakit.
Kematian Joel menyisakan luka mendalam, tidak hanya bagi keluarganya, tetapi juga bagi masyarakat yang menyaksikan bagaimana emosi yang tidak terkendali bisa mengakhiri nyawa seseorang dalam hitungan menit.
Kasus ini menjadi refleksi sosial mendalam. Joel adalah simbol generasi muda kelas atas, namun tetap manusia biasa dengan pergolakan emosi yang bisa dialami siapa saja. Di balik nama besar keluarganya, Joel tetaplah seorang anak muda yang mencari cinta, pengakuan, dan mungkin pemahaman atas dunianya sendiri.
Sering kali, beban ekspektasi sosial terhadap anak dari keluarga berpengaruh menciptakan tekanan psikologis yang tidak terlihat. Mereka dituntut tampil sempurna, menjaga reputasi, namun tidak selalu punya ruang aman untuk berekspresi dan salah langkah.