KEMAYORAN, POSKOTA.CO.ID - Tidak ada suara riuh tawar-menawar pembeli dan pedagang di Lokasi Sementara (Loksem) Bursa Ikan Hias Kartini, Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Agustus 2025.
Sejumlah pedagang hanya terlihat sedang membersihkan akuarium dari lumut. Di sisi lain, segelintir pedagang hanya terlihat saling bercengkrama dengan sesama penjual lain.
Yon, 45 tahun, mengaku dipindahkan ke Bursa Ikan Hias Kartini saat Basuki Tjahja Purnama alias Ahok menjabat sebagai Gubernur Jakarta. Sejak saat itu, omzet penjualannya berkurang drastis.
"Kalau omset, nggak jelas. Seminggu kadang kosong, seringnya pulang nggak bawa duit," kata Yon saat diwawancarai Poskota, Rabu, 6 Agustus 2025.
Baca Juga: FPPJ: Relokasi Pasar Barito demi Penataan Kawasan dan Ruang Publik
Yon menyatakan, ikan-ikan yang ia jual bermacam-macam, mulai dari guppy seharga Rp2.000 hingga arwana yang harganya jauh lebih mahal. Sayangnya, ikan mahal seperti arwana kini sudah jarang terlihat di kios-kiosm karena sepinya minat pembeli.
"Kita belanja ikan biasanya di Jatinegara, kalau ada modal lebih baru ke Parung. Tapi ya, jualan juga nggak tentu ada yang beli," ujarnya.
Ia merasa kalah bersaing dengan pedagang-pedagang di Pasar Ikan Hias Jatinegara yang kini lebih ramai dan menawarkan harga jauh lebih murah.
Banyak di antaranya berdagang tanpa retribusi resmi, berbeda dengan di Loksem Gunung Sahari yang setiap kiosnya dibebankan biaya retribusi sekitar Rp150.000 per bulan.
Baca Juga: Asus Zenfone Meredup, Asus Gagal Adaptasi? Ini Penyebab Dominasi Pasar Bergeser ke Merek Lain
"Masalahnya, udah lama kita nggak bisa bayar (retribusi), karena nggak ada pemasukan," ucap dia.