Data awal menunjukkan peningkatan 30 persen keterlibatan siswa dan 25 persen pemahaman konsep multidisiplin. Namun, tantangan seperti alokasi waktu dan kesiapan guru masih menjadi kendala.
Masa Depan Experiential Learning
Tahun 2025 diprediksi sebagai tahun percepatan adopi metode ini, didukung oleh kebijakan Merdeka Belajar dan dana pemerintah untuk pelatihan guru.
Para ahli menekankan perlunya assessment framework yang lebih adaptif serta integrasi AI tools untuk analisis data pembelajaran.
Experiential learning kolaboratif bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan di era disrupsi. Dengan sinergi antarguru, pembelajaran tak lagi terbatas di kelas, tetapi menjadi laboratorium kehidupan yang mempersiapkan generasi masa depan.1