POSKOTA.CO.ID - Nathalie Holscher, yang dikenal sebagai mantan istri komedian Sule dan kini berkarier sebagai DJ serta influencer, kembali menjadi sorotan publik.
Kali ini, bukan karena karya musik atau aktivitas profesionalnya, melainkan karena dugaan parodi kehamilan yang dinilai menyinggung Erika Carlina aktris yang kini tengah mengandung dan sempat menjalin hubungan dengan DJ Panda.
Video parodi tersebut menampilkan Nathalie mengenakan daster dengan perut dibuat buncit, berpesta layaknya ibu hamil. Aksi ini menjadi viral karena dinilai mencerminkan kondisi Erika Carlina yang sempat tampil di dunia hiburan malam dalam kondisi hamil.
Baca Juga: Kapan BSU Rp600.000 Terakhir Dicairkan? Ini Penjelasan Resmi Kemnaker
Apakah Parodi Ini Terlalu Jauh?
Publik berspekulasi bahwa gesture tarian dan visual dalam video sangat menyerupai Erika Carlina. Ditambah lagi, kehadiran DJ Panda mantan kekasih Erika yang juga diduga sebagai ayah biologis anak yang sedang dikandung Erika memperkuat dugaan bahwa video tersebut merupakan sindiran.
Banyak warganet menilai tindakan Nathalie tidak berempati terhadap sesama perempuan, apalagi kepada perempuan hamil yang sedang menghadapi tekanan publik.
Dalam era digital yang menempatkan konten sebagai komoditas utama, batas antara ekspresi diri dan penghinaan menjadi kabur. Konten viral sering kali mengorbankan sensitivitas. Parodi seharusnya bersifat ringan dan tidak menyasar kehidupan personal seseorang secara langsung, terutama dalam isu sensitif seperti kehamilan, relasi personal, dan kesehatan mental.
Dari perspektif manusiawi, tindakan Nathalie Holscher, apakah disengaja atau tidak, mengundang perdebatan etis yang lebih besar: Sejauh mana konten bisa menghibur tanpa menyakiti?
Kronologi: Klarifikasi yang Tak Konsisten
Nathalie awalnya membantah bahwa parodi tersebut ditujukan untuk menyindir Erika Carlina. Ia menyebut kontennya hanya hiburan biasa. Untuk memperkuat pembelaannya, ia sempat mengunggah bukti CCTV bahwa video tersebut dibuat pada 26 April 2025, jauh sebelum podcast viral Erika bersama Deddy Corbuzier.
Namun, netizen dengan cepat menemukan kejanggalan. Tanggal di rekaman menunjukkan 14 Juli 2025, bukan April. Ditambah lagi, ada bagian yang dipotong, menimbulkan kecurigaan bahwa bukti tersebut telah dimanipulasi. Nathalie pun menghapus unggahan itu dan menutup kolom komentar akun Instagram-nya.
Munculnya Bukti Tambahan: Klarifikasi DJ Panda
DJ Panda kemudian muncul memberikan klarifikasi bahwa konten tersebut memang dibuat dengan unsur parodi kehamilan. Ia juga menyampaikan permintaan maaf kepada Nathalie karena dianggap menyeret Nathalie tanpa sepengetahuan penuh.
Namun, tanggapan ini justru memperkeruh suasana. Apalagi, beredar voice note Nathalie kepada DJ Panda, meminta bantuan untuk membela dirinya secara publik. Dalam rekaman itu, Nathalie terdengar berkata:
“Adek-adek bisa nggak story bilang gini, ‘Kak Nathalie minta maaf ya jadi kena padahal nggak tahu apa-apa.’”
Pernyataan ini justru memperkuat asumsi bahwa Nathalie mengetahui sepenuhnya konteks parodi tersebut. Warganet menyebutnya sebagai "sutradara" konten sensitif itu.
Merespons tekanan publik, Nathalie akhirnya menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada Erika Carlina melalui Instagram:
“Gue pribadi minta maaf jika konten ini menyinggung dan membuat Mbak down.”
Ungkapan ini sekaligus menjadi penutup drama yang telah menyita perhatian publik selama beberapa hari. Tapi, apakah ini cukup?
Baca Juga: Pria di Serang Edarkan 4,6 Gram Sabu, Terancam Penjara 5 Tahun
Banyak warganet menyuarakan keprihatinan bahwa konten-konten viral kerap kehilangan empati. Tak sedikit pula yang membandingkan tindakan Nathalie dengan perempuan lain yang pernah menjadi korban perundungan digital saat hamil, seperti yang terjadi pada selebriti lainnya.
Namun di sisi lain, ada pula yang membela Nathalie sebagai manusia biasa yang bisa salah dan berhak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan. Di sinilah letak tarik ulur moralitas publik.
Kasus ini menunjukkan bahwa konten viral bisa berdampak panjang dan luas. Terutama ketika menyentuh isu yang sangat personal dan sensitif. Nathalie Holscher, sebagai figur publik sekaligus perempuan dan ibu, semestinya memiliki kepekaan lebih dalam memilih konten yang akan disebarluaskan.
Kita hidup dalam zaman di mana netizen bisa bertindak sebagai juri, pengacara, bahkan eksekutor. Namun, bukan berarti publik bebas menghakimi tanpa ruang klarifikasi. Empati, transparansi, dan tanggung jawab adalah nilai yang harus dijunjung di ruang digital.
Apa yang dilakukan Nathalie Holscher bisa jadi adalah momen refleksi besar bagi para content creator. Menjadi viral memang menjanjikan popularitas instan, namun harga yang dibayar sering kali terlalu mahal—baik dari sisi martabat, relasi sosial, maupun reputasi jangka panjang.
Konten bukan sekadar soal kreativitas, tapi juga kesadaran sosial dan tanggung jawab moral. Saat batas antara hiburan dan penghinaan makin kabur, sudah waktunya publik dan pembuat konten belajar satu hal penting: bercanda itu boleh, asal tahu tempat dan sasaran.