Timothy Ronald menyarankan satu hal yang terdengar sederhana, namun amat sulit dilakukan: belajar jadi orang yang lebih tenang.
Bagaimana caranya?
- Tetapkan Tujuan Investasi Jangka Panjang
Sebelum membeli aset apa pun, tanyakan pada diri Anda: “Untuk apa saya berinvestasi?” Bila jawaban Anda hanya “ingin cepat kaya,” sebaiknya pertimbangkan kembali. Tujuan yang lebih jelas seperti dana pensiun, biaya pendidikan anak, atau kebebasan finansial—akan membantu Anda menoleransi volatilitas pasar. - Pahami Risiko dan Volatilitas
Pasar akan naik dan turun. Ini sifat alaminya. Jika Anda hanya bersiap menghadapi kenaikan harga, maka setiap koreksi akan terasa seperti kegagalan. Sadarilah bahwa koreksi adalah bagian dari proses yang sehat. - Batasi Paparan Informasi yang Tidak Perlu
Di zaman media sosial, terlalu banyak informasi justru memicu impulsif. Berita “harga naik 20% dalam sehari” atau “aset X akan menuju bulan” kerap mengganggu ketenangan. Pilih sumber informasi yang berkualitas dan batasi frekuensi memantau portofolio. - Biasakan Berpikir dalam Kerangka Waktu Bertahun-tahun
Sering kali, pergerakan harga dalam hitungan hari atau minggu tidak relevan dengan potensi jangka panjang. Ketika Anda mulai memandang grafik dalam rentang 5–10 tahun, volatilitas harian akan tampak lebih jinak. - Refleksi Diri dan Jurnal Emosi Investasi
Catat setiap keputusan penting dalam investasi apa yang Anda rasakan, apa alasannya, dan apa hasilnya. Dengan cara ini, Anda akan lebih mengenali pola pikir yang kerap memicu kesalahan.
Perspektif Psikologi Pasar: Emosi Sebagai Lawan dan Sekutu
Ketika Timothy Ronald menyebut “mengelola nafsu,” ia menyinggung salah satu tema paling mendasar dalam psikologi pasar: loss aversion (rasa sakit kehilangan lebih besar daripada nikmat meraih keuntungan). Dalam praktiknya, inilah yang membuat banyak investor:
- Menjual terlalu cepat saat untung kecil, takut harga turun kembali.
- Menahan kerugian terlalu lama, berharap harga akan pulih demi gengsi.
Investasi menjadi cermin diri. Ketika portofolio merah, Anda diuji apakah mampu bersabar. Ketika hijau, Anda diuji apakah mampu tetap disiplin dan tidak serakah.
Membangun Kebiasaan Investasi yang Sehat
Berikut beberapa prinsip sederhana yang dapat diterapkan siapa saja:
- Otomatisasi Investasi
Misalnya dengan dollar-cost averaging, yaitu membeli aset secara berkala dalam jumlah tetap. Teknik ini membantu mengurangi stres memikirkan “kapan waktu terbaik.” - Diversifikasi
Jangan hanya terpaku pada satu instrumen. Portofolio seimbang antara saham, obligasi, reksa dana, emas, atau aset lain dapat mengurangi risiko. - Tetapkan Batas Kerugian
Bila harga jatuh melewati toleransi risiko, disiplin mengeksekusi rencana jauh lebih baik daripada panik di tengah badai. - Evaluasi Berkala, Bukan Harian
Jadwalkan evaluasi kinerja tiap tiga atau enam bulan sekali. Pantau apakah tujuan masih relevan, bukan sekadar naik-turunnya angka harian.
Baca Juga: Siapa Artis Inisial B? Ahmad Dhani Disebut Siap Laporkan Sosok Baru Usai Lita Gading
Mengapa Mentalitas “Cepat Kaya” Justru Membuat Anda Rentan
Salah satu ironi terbesar investasi adalah: makin keras Anda mengejar keuntungan instan, makin besar peluang kehilangan uang. Ini bukan sekadar teori, melainkan realita yang sudah terbukti berkali-kali.
Mentalitas cepat kaya membuat Anda:
- Mudah terpikat pada “pump and dump.”
- Rentan panik saat harga turun.
- Gagal membangun kebiasaan konsisten.
Sebaliknya, mentalitas “marathon,” bukan “sprint,” memungkinkan Anda menghargai proses bertumbuh. Seperti kata Timothy:
“Percayalah hasil akan datang.”
Jika Anda baru memulai, ingatlah satu pesan kunci: investasi bukan perlombaan satu hari. Ini adalah perjalanan puluhan tahun yang akan menguji bukan hanya kemampuan menganalisis angka, tetapi juga keberanian, ketenangan, dan kebijaksanaan Anda.
Mengutip kembali kalimat Timothy Ronald: