POSKOTA.CO.ID - Keberhasilan proses belajar saat ini tidak lagi cukup diukur berdasarkan skor ujian, nilai rapor, atau peringkat akademik semata.
Pemahaman sempit bahwa pembelajaran hanyalah aktivitas menghafal informasi perlahan ditinggalkan. Sebagai gantinya, dunia pendidikan mulai menempatkan proses belajar yang aktif, reflektif, dan bermakna sebagai tujuan utama.
Di sinilah prinsip berkesadaran (mindfulness) menemukan relevansinya. Prinsip ini berperan sebagai jembatan antara pembelajaran mendalam (deep learning) dan pengembangan karakter siswa.
Dalam praktiknya, siswa tidak hanya memahami materi secara konseptual, tetapi juga menyadari mengapa mereka belajar, bagaimana proses berpikir terjadi, serta apa dampak pembelajaran terhadap diri mereka sendiri.
Apa Itu Prinsip Berkesadaran dalam Pembelajaran?
Prinsip berkesadaran dalam konteks pendidikan dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk hadir secara penuh dan sadar dalam setiap tahap proses belajar. Kehadiran ini mencakup dimensi:
- Mental (keterlibatan pikiran),
- Emosional (keterlibatan perasaan),
- Strategis (pemilihan cara belajar yang tepat).
Dengan berkesadaran, siswa mampu memantau pemahaman, mengenali kebingungan, dan mengelola strategi belajar secara lebih mandiri. Seorang pembelajar berkesadaran tidak hanya duduk pasif, melainkan aktif memeriksa apa yang telah dipahami, apa yang belum, dan bagaimana cara menutup celah pemahaman tersebut.
Perspektif Unik Manusia: Mengapa Mindfulness Lebih dari Sekadar Tren?
Sebagian orang beranggapan bahwa mindfulness hanyalah pendekatan populer yang sifatnya temporer. Namun, dari sudut pandang psikologi perkembangan dan pengalaman manusia, keberadaan mindfulness dalam pendidikan memegang peran lebih mendalam.
Pertama, manusia pada dasarnya adalah makhluk reflektif yang selalu ingin tahu. Anak-anak kecil yang sedang bertanya “mengapa?” sejatinya menunjukkan kebutuhan alami untuk memahami dan memberi makna pada informasi. Prinsip berkesadaran mendukung naluri itu.
Kedua, di era digital yang sarat distraksi, berkesadaran menjadi antidot terhadap kehilangan fokus. Siswa yang tidak terlatih menyadari pikirannya cenderung belajar secara serampangan. Mereka mudah tergoda membuka gawai atau mengalihkan perhatian ketika materi terasa menantang.
Ketiga, manusia tumbuh melalui kesadaran akan pengalaman diri. Ketika siswa diajak mengevaluasi proses belajar, mereka membentuk fondasi keterampilan metakognitif yang bermanfaat sepanjang hayat.