“Perda 1/2024 itu sudah ada. Cuma kan keputusan untuk mulai dipajaki atau enggak tergantung dari pemerintah daerah sendiri,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan agar kebijakan tidak hanya berfokus pada padel yang sedang tren, melainkan mempertimbangkan seluruh sektor olahraga permainan.
“Kita melihat masih banyak tempat-tempat olahraga yang masih sepi pengunjung ya, bukan cuman padel doang. Dari mulai futsal, mini soccer, lapangan bola, bulu tangkis, semuanya kena pajak semua nanti,” paparnya.
Baca Juga: Fasilitas Olahraga Padel Dikenakan Pajak 10 Persen, PBPI: Harusnya Dibicarakan Dulu ke Kita
Pro-Kontra Pajak Padel
Sebelumnya, Gubernur DKI Pramono Anung membantah anggapan bahwa pajak padel muncul karena olahraga ini viral.
Kebijakan ini merujuk pada UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Perda DKI No. 1/2024, yang mencakup 21 cabang olahraga komersial, termasuk tenis, bulutangkis, dan yoga.
“Bulu tangkis saja kena, billiard juga kena, tennis juga kena, renang juga kena. Masa ini (padel) nggak kena?” tegas Pramono. Berbeda dengan golf yang telah dikenai PPN 11 persen, padel termasuk kategori hiburan berbayar sehingga wajib pajak daerah.
Usulan penundaan pajak ini menyoroti dilema antara kebutuhan fiskal daerah dan dampak sosial. Di satu sisi, potensi pendapatan dari sektor olahraga permainan belum terukur jelas. Di sisi lain, beban pajak dikhawatirkan mengurangi minat masyarakat berolahraga.
Pemprov DKI diharapkan dapat mengevaluasi waktu yang tepat untuk implementasi, dengan mempertimbangkan pemulihan ekonomi dan efek jangka panjang terhadap gaya hidup sehat warga Jakarta.