“Infeksi parasit seperti cacingan juga meningkat karena banyak warga yang tidak memakai alas kaki,” ucap Dicky.
Ia menambahkan, penyakit kulit seperti dermatitis, infeksi jamur, hingga kudis juga sering ditemukan. Begitu pula gangguan pernapasan seperti ISPA, pneumonia, hingga kambuhnya asma.
“Penyebaran penyakit pernapasan seperti COVID-19, influenza, bahkan TBC menjadi sangat mudah di pengungsian,” kata Dicky.
Genangan air juga meningkatkan potensi penyakit akibat nyamuk, seperti demam berdarah dan chikungunya.
Tak hanya fisik, Dicky juga mengingatkan risiko gangguan mental pada korban, terutama anak-anak dan mereka yang mengalami kehilangan.
“Ini aspek yang sering terlupakan,” ujarnya.
Pasien penyakit tidak menular seperti hipertensi dan gagal ginjal juga perlu perhatian karena mereka bisa kehilangan akses pengobatan rutin.
“Ini sangat berbahaya,” tegasnya.
Dicky menekankan pentingnya edukasi dasar: air matang untuk konsumsi, cuci tangan pakai sabun, hindari kontak langsung dengan air banjir, serta gunakan pakaian bersih dan alas tidur kering.
Jika muncul gejala demam, diare, sesak, atau luka bernanah, masyarakat diminta segera melapor ke petugas medis.
Untuk pengungsi, Dicky menyarankan adanya penyemprotan disinfektan, larvasida, serta distribusi hygiene kit, termasuk sabun, popok, pembalut, dan disinfektan.