Bajaj pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1970-an dan diimpor dari India.
Kendaraan ini diproduksi oleh Bajaj Auto, salah satu perusahaan otomotif terbesar di India.
Kehadiran bajaj menjadi solusi transportasi pengganti becak yang saat itu masih mendominasi jalanan Jakarta.
Pada masa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, dilakukan upaya pengurangan jumlah becak yang dianggap tidak manusiawi dan memicu kemacetan.
Tahun 1971, tercatat ada sekitar 93.000 becak di Jakarta, namun jumlah tersebut menurun drastis hingga tinggal sepertiganya hanya dalam kurun waktu tiga tahun.
Seiring waktu, bajaj tidak hanya menjadi alat transportasi, tetapi juga menjelma menjadi bagian dari identitas budaya Jakarta.
Produksi bajaj bahkan mulai dilakukan di dalam negeri, tepatnya di Tegal, Jawa Tengah, sehingga keterjangkauan dan ketersediaan bajaj pun semakin meluas.
Secara teknis, bajaj menggunakan struktur dari sepeda motor Vespa yang kemudian dimodifikasi agar sesuai dengan kebutuhan transportasi umum.
Dengan kecepatan maksimal hingga 70 km/jam, bajaj mampu bersaing dengan kendaraan roda empat dalam urusan kelincahan.
Baca Juga: Sejarah Jakarta: Tujuh Kali Ganti Nama dari Mulai Zaman Sunda Kalapa hingga Zaman Kolonial
Setelah lebih dari empat dekade beroperasi, bajaj oranye mulai mengalami penurunan popularitas.
Sejak tahun 2012, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendorong penggunaan bajaj biru yang lebih ramah lingkungan sebagai pengganti bajaj oranye.