POKSOTA.CO.ID - Bagi sebagian masyarakat Indonesia yang tumbuh di era 1990-an hingga awal 2000-an, mendengar kata “bajaj” seketika membangkitkan memori akan tayangan legendaris seperti Si Doel Anak Betawi dan Bajaj Bajuri.
Kedua sinetron tersebut tidak hanya menghadirkan kisah-kisah penuh makna dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jakarta, tetapi juga berhasil menjadikan bajaj sebagai salah satu ikon budaya.
Bajaj, kendaraan bermotor roda tiga dengan desain khas dan suara mesin yang khas pula, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan urban di ibu kota sejak lebih dari lima dekade silam.
Di tengah geliat modernisasi dan kemajuan teknologi transportasi, bajaj tetap mempertahankan eksistensinya.
Tak hanya sebagai alat transportasi alternatif, tetapi juga sebagai simbol historis yang mencerminkan perjalanan panjang wajah Jakarta.
Di Jakarta sendiri, bajaj hadir dalam dua varian warna yang cukup mudah dikenali, yaitu bajaj oranye dan bajaj biru.
Bajaj oranye adalah generasi pertama yang menggunakan bahan bakar bensin. Sementara itu, bajaj biru hadir sebagai versi yang lebih modern dan ramah lingkungan karena menggunakan bahan bakar gas (BBG).
Sedangkan, Bajaj biru tidak hanya menghasilkan asap yang lebih bersih, tetapi memiliki suara mesin lebih halus dan minim polusi udara, serta suara.
Tidak hanya populer di Ibu Kota, bajaj juga dapat ditemui di beberapa kota besar lainnya seperti Banjarmasin, Pekanbaru, dan sejumlah ibu kota kabupaten di Indonesia.
Lantas, seperti apa sejarah bajaj hingga menjadi simbol khas kota Jakarta? Berikut ulasan yang dikutip dari kanal YouTube NTVC Studio.