Kisah berdarah, catatan Hercules melawan Daeng Malik preman Makassar yang ganggu Tanah Abang. (Sumber: YouTube/SATELIT MISTERI)

JAKARTA RAYA

Kisah Berdarah Tanah Abang: Pertarungan Dua Raja Preman, Hercules vs Daeng Malik Raja Preman Makassar

Minggu 06 Jul 2025, 14:39 WIB

POSKOTA.CO.ID - Jakarta, penghujung tahun 2006. Hujan malam turun tipis membasahi gang-gang sempit kawasan Tanah Abang. Dua truk boks berhenti di depan rumah petak tua, menurunkan sekelompok lelaki berwajah keras, sebagian bertato, sebagian lainnya menyimpan badik dalam tas ransel.

Di antara mereka, seorang pria bertelanjang dada dengan tato badik menyilang di dadanya turun lebih dulu. Namanya Daeng Malik, preman asal Makassar yang baru saja keluar dari Lapas Gunung Sari.

Dengan catatan hitam delapan kasus pengeroyokan, tiga pembunuhan, dan satu penusukan perwira polisi, kehadirannya di Tanah Abang adalah pertanda badai. Ia melihat Tanah Abang bukan hanya pasar, tetapi tambang emas yang lama tak bertuan sejak sang legenda, Hercules, menghilang awal tahun 2000-an.

Namun, untuk merebut tanah ini, Daeng Malik tahu bahwa uang saja tak cukup. Hanya ada satu kata yang dipahami olehnya, teror.

Baca Juga: Diancam Mobilnya Dibakar, Pria di Bekasi Lapor Polisi

Langkah Pertama: Teror dan Intimidasi

Tak lama setelah menetap, anak buah Daeng Malik mulai bergerak. Seorang preman Betawi senior, Omen, dihajar hingga patah tangan karena menolak setor uang keamanan.

Videonya disebar ke lapak-lapak dan warung kopi. Pesan singkatnya: "Yang pegang wilayah ini sekarang Daeng Malik. Melawan? Siap jadi bangkai."

Hari berikutnya, seorang preman Sunda, Ujang, diserang di depan umum. Pipinya disayat cutter, mulutnya disumpal kain bau solar.

Pedagang dan pemilik toko mulai gelisah, menyuap agar tak jadi target. Anak-anak Ambon yang dulu menjaga toko sepatu juga ikut resah.

Namun, bagi Daeng Malik, ini baru awal. Dalam satu malam, ia kumpulkan anak buahnya, berdiri di atas mobil pick-up dengan badik masih berlumur darah.

"Beta datang bukan untuk rebut jatah. Beta datang untuk kuasai semua," katanya datar. Suaranya justru semakin menakutkan.

Baca Juga: Jejak Sejarah Pecinan Glodok, Pusat Perdagangan dan Budaya Tionghoa Sejak Abad ke-17

Tantangan Terbuka pada Bayangan Hercules

Dalam sebulan, empat wilayah parkir berpindah tangan. Empat preman lokal menghilang, dan kelompok baru Daeng Malik, Laskar Kalajengking, menguasai setoran keamanan. Namun, di tengah ketakutan, mulai terdengar nama lama: Hercules Rosario Marshall.

Beberapa preman senior berbisik "Kalau Hercules balik, Daeng Malik tak akan sempat siapin pasukannya.”

Tapi Daeng Malik tak gentar. Ia bahkan mengecat mural wajah Hercules di dinding, disilang merah sebagai tantangan terbuka.

Hercules, mantan raja Tanah Abang, diam saja. Tubuhnya lebih kecil, kaki kanannya terseret, dan tangan kanannya sudah tak sempurna, tapi matanya masih menyala seperti arang.

Menuju Klimaks: Malam Berdarah Blok F

Awal Maret 2007, Tanah Abang menjadi panggung ketegangan. Pedagang, preman, bahkan polisi menahan napas. Semua tahu, dua nama besar akan bertarung. Daeng Malik yang kehilangan kendali semakin brutal. Sore hari, ia memukul sendiri pedagang yang menolak setor.

Malam itu, di Blok F, dua kelompok besar bentrok. Tak ada wartawan, tak ada polisi. Hanya pisau, besi, teriakan, dan bau darah.

Daeng Malik maju paling depan, memegang badik dan sebatang besi. Tubuhnya penuh luka lama. Di hadapannya, Hercules mendekat perlahan, hanya dengan tangan kiri memegang rantai besi.

Tanpa aba-aba, mereka saling menerjang. Badik menebas paha, rantai menghantam bahu, pasir dilempar ke mata. Duel brutal raja jalanan. Dalam satu momen, Hercules lilitkan rantai ke leher Daeng, menjatuhkannya, dan menancapkan pisau ke leher. Darah muncrat. Malam sunyi jadi saksi kejatuhan Daeng Malik.

Baca Juga: 4 Rumah di Cengkareng Jakbar Hangus Terbakar

Setelah Badai: Tenang yang Menyimpan Bayangan

Dalam beberapa minggu, Tanah Abang kembali tertata. Kalajengking tercerai-berai. Sebagian jadi tukang parkir, sebagian kabur ke luar kota. Nama Daeng Malik hanya jadi bisikan.

Dua minggu kemudian, Hercules juga menghilang. Konon dirawat diam-diam di rumah sakit militer, ada pula yang bilang ia sembunyi di Cengkareng. Namun, ia tak pernah benar-benar kembali memimpin.

Di warung kopi blok D, seorang pemuda berkata "Gue pengen jadi preman besar kayak Daeng Malik."

Seorang preman tua hanya tersenyum sinis "Kalau lo pengen cepat mampus, lo ikutin jejaknya. Tapi kalau pengen hidup lama, lo pelajari siapa itu Hercules."

Raja yang Tak Membutuhkan Mahkota

Hercules tetap jadi bayangan. Ia tak perlu turun langsung. Cukup utusan, cukup nama. Semua pedagang, bahkan anggota dewan, tahu: dialah yang dulu menjaga logistik dan ketertiban saat negara lemah.

Di kursi rodanya, Hercules berkata "Dulu gua perang buat lahan. Sekarang gua perang buat harga diri. Dan gua udah dapet itu."

Namanya kini disebut dengan hormat, bahkan oleh polisi. Karena semua tahu, Tanah Abang pernah berdarah, dan hanya satu nama yang tetap berdiri meski waktu berganti.

Disclaimer: Cerita ini dirangkum dari konten video unggahan YouTube SATELIT MISTERI. Terkait alur cerita, tokoh, peristiwa, dan lainnya bisa jadi merupakan karangan fiktif.

Tags:
kisah berdarah Tanah AbangJakartaTanah Abang Jakarta PusatTanah Abangkisah premanDaeng MalikHercules

Muhammad Faiz Sultan

Reporter

Muhammad Faiz Sultan

Editor