Kronologi Mahasiswi UNS Tewas Diduga Bunuh Diri di Jembatan Jurug, Ini Isi Surat Wasiatnya

Rabu 02 Jul 2025, 18:21 WIB
Mahasiswi UNS Tewas Tragis Usai Lompat dari Jembatan Jurug, Ini Isi Surat Wasiatnya (Sumber: Instagram/@pembasmi.kehaluan.real)

Mahasiswi UNS Tewas Tragis Usai Lompat dari Jembatan Jurug, Ini Isi Surat Wasiatnya (Sumber: Instagram/@pembasmi.kehaluan.real)

POSKOTA.CO.ID - Pada Selasa pagi, 1 Juli 2025, dunia pendidikan Indonesia kembali terguncang. DSA, seorang mahasiswi aktif semester 8 Program Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Kedokteran UNS Solo, ditemukan meninggal dunia setelah diduga melompat dari Jembatan Jurug yang melintasi Sungai Bengawan Solo.

Peristiwa ini terjadi ketika arus lalu lintas masih relatif sepi. Saksi mata menyebutkan bahwa korban terlihat berdiri di tepian jembatan sebelum akhirnya melompat. Tim BPBD Surakarta yang menerima laporan segera melakukan evakuasi, dan identitas korban dikonfirmasi berdasarkan barang pribadi dan keterangan keluarga.

Menurut Koordinator Lapangan BPBD Surakarta, Haryanto, informasi resmi dari UNS menyebutkan bahwa DSA sedang menjalani fase akhir studinya. Ia dikenal sebagai mahasiswa rajin, meski cenderung pendiam dan menutup diri dalam pergaulan sehari-hari.

Baca Juga: Hari Bebas Kantong Plastik Internasional Diperingati Tiap 3 Juli, Berikut Sejarah dan Dampaknya ke Lingkungan

Surat Wasiat yang Menyisakan Luka Mendalam

Tak lama setelah jenazah korban ditemukan, publik dikejutkan dengan beredarnya surat tulisan tangan DSA yang menjadi viral di media sosial. Surat tersebut menyiratkan keputusasaan mendalam:

“Aku pergi ya... Jangan salahkan keluarga atau tempat instansi aku kuliah. Aku hanya bermasalah dengan diriku sendiri. Aku capek... Maaf... Aku tak sekuat itu.”

Potongan kalimat tersebut menggambarkan tekanan psikologis yang dialami korban. Dalam bagian lain suratnya, DSA menyinggung janji yang pernah ia buat kepada dosennya untuk bertahan:

“Maaf untuk Bapak Dr. Sumardiyono, S.KM karena telah mengkhianati dan berjanji untuk bertahan.”

Surat itu juga menyinggung perasaan disalahpahami dan komentar yang membandingkan penderitaan satu orang dengan orang lain:

“Tak masalah semua orang bilang yang lain bipolar juga bisa, aku enggak... aku capek.”

Ungkapan ini memperlihatkan betapa komentar publik yang meremehkan atau membanding-bandingkan perjuangan kesehatan mental dapat berdampak destruktif.

Jejak Kelelahan Mental yang Tersirat

Sebelum tragedi, DSA sempat mengunggah cerita di akun Instagram miliknya, menyinggung tentang layanan konsultasi psikologi. Teman-temannya mengakui bahwa DSA pernah curhat tentang kelelahan mental yang ia alami. Namun, sifatnya yang tertutup membuat orang sekitar sulit memahami beban yang ia tanggung.

Salah satu temannya menceritakan:

“Dia terakhir posting story tentang konsultasi psikolog. Tapi kami semua tidak pernah tahu masalah pastinya. Dia orangnya pendiam, kalau cerita pun ragu-ragu dan takut dihakimi.”

Testimoni tersebut menjadi pengingat bahwa tidak semua orang yang mengalami tekanan mental dapat secara terbuka meminta bantuan.

Respons Publik: Empati, Duka, dan Refleksi Kolektif

Unggahan surat wasiat DSA memicu gelombang empati luas. Ribuan komentar memenuhi kolom media sosial yang membagikan kabar tersebut. Akun @aff.i97 menulis:

“Kalau ada teman atau keluarga yang kelihatan depresi, tolong didekati, diajak ngobrol, jangan dibiarkan sendirian.”

Sementara akun @sufiya_mumtazah menekankan bahayanya sikap membandingkan penderita gangguan mental:

“Kalau kalian bilang ‘orang lain bipolar juga bisa kuat’, kalian enggak tahu betapa kerasnya isi kepala orang yang kalian nilai itu.”

Respons publik ini menunjukkan kesadaran yang mulai tumbuh bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik, bahkan dalam dunia akademik yang prestisius.

Perspektif Profesional: Pentingnya Dukungan Sistemik

Psikolog klinis Dr. Yunita Pranawati menjelaskan bahwa tindakan bunuh diri umumnya berakar dari kombinasi faktor biologis, psikologis, dan sosial. Beberapa faktor risiko yang kerap ditemui antara lain:

  1. Gangguan Mood dan Depresi
    Depresi berat bisa menimbulkan perasaan tidak berdaya berkepanjangan.
  2. Trauma Psikososial
    Tekanan akademik, relasi sosial yang minim, atau konflik keluarga memperburuk kondisi.
  3. Kurangnya Dukungan Emosional
    Individu cenderung menarik diri dan merasa tak memiliki ruang aman untuk berbicara.
  4. Stigma dan Komentar Meremehkan
    Sikap membandingkan atau menghakimi penderitaan seringkali membuat individu semakin merasa terisolasi.

Pakar kesehatan mental merekomendasikan agar institusi pendidikan menyediakan layanan konseling psikologi yang dapat diakses mudah dan gratis oleh mahasiswa. Selain itu, pelatihan literasi kesehatan mental bagi dosen dan staf kampus penting untuk membangun kultur empati.

Tanggung Jawab Institusi Pendidikan dan Pemerintah

Kejadian di UNS Solo bukanlah kasus tunggal. Data Kementerian Kesehatan mencatat bahwa prevalensi depresi pada mahasiswa di Indonesia terus meningkat. Kompleksitas tuntutan akademik, kompetisi, dan ekspektasi keluarga menciptakan tekanan yang kerap tidak kasatmata.

Institusi pendidikan tinggi memiliki peran strategis dalam pencegahan:

  • Penyediaan Hotline Krisis
    Nomor telepon khusus yang dapat dihubungi kapan saja.
  • Program Pendampingan Psikologis Proaktif
    Bukan hanya menunggu mahasiswa datang, melainkan secara berkala melakukan asesmen kesehatan mental.
  • Pendidikan Literasi Mental
    Mahasiswa dan staf wajib mengikuti seminar atau pelatihan cara mendeteksi tanda-tanda depresi.
  • Kebijakan Anti-Stigma
    Mendorong lingkungan kampus untuk membuka ruang aman bagi mahasiswa berbagi pengalaman tanpa takut disalahkan.

Baca Juga: Masyarakat Diminta Waspadai ISPA dan DBD saat Udara Dingin Jakarta

Refleksi Bersama: Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Tragedi ini seharusnya menjadi momentum refleksi nasional. Berikut beberapa langkah praktis yang dapat diterapkan siapa saja:

  • Jika melihat teman menarik diri, tanyakan kabar dengan tulus.
  • Jangan pernah meremehkan keluhan kelelahan mental.
  • Tawarkan bantuan nyata, misalnya menemani berkonsultasi ke psikolog.
  • Jangan membandingkan penderitaan seseorang dengan orang lain.
  • Simpan nomor kontak lembaga bantuan krisis.

Jika Anda atau orang sekitar Anda membutuhkan bantuan, hubungi:

  • Halo Kemkes 1500-567
  • Yayasan Pulih (021) 78842580
  • Layanan Kesehatan Jiwa RSUD setempat

Setiap orang tengah berjuang dalam hidupnya. Kita tidak pernah tahu betapa kerasnya pertempuran mental seseorang di balik senyum tipis yang tampak baik-baik saja.

Kepergian DSA menjadi alarm bagi kita semua bahwa kesehatan mental bukan persoalan sepele, melainkan isu krusial yang harus ditangani bersama. Dengan empati, edukasi, dan ruang aman untuk berbagi, semoga tak ada lagi jiwa muda yang terpaksa menyerah dalam sunyi.

Disclaimer: Informasi berikut ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun melakukan tindakan serupa. Bila Anda merasakan gejala depresi atau pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda kepada psikolog, psikiater, atau layanan kesehatan mental terdekat.


Berita Terkait


News Update