JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berupaya mencari solusi untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara yang semakin mengkhawatirkan.
Salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah dengan mendorong penggunaan transportasi umum, dimulai dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kini merambah ke sektor swasta.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengungkapkan sedang mengkaji perluasan aturan wajib transportasi umum untuk pegawai swasta.
Namun, hingga saat ini kebijakan tersebut masih sebatas wacana tanpa dasar hukum yang mengikat, meski telah menuai respons positif dari beberapa perusahaan. "Untuk swasta belum diatur, hanya kami memikirkan tentang hal itu," tegas Pramono dalam sejumlah kesempatan.
Baca Juga: Proyek JSDP Digelar di 41 Ruas Jalan, Bina Marga Jakarta Imbau Warga Gunakan Jalur Alternatif
Kebijakan ASN Jadi Tolok Ukur
Aturan wajib transportasi umum bagi ASN Pemprov Jakarta telah berjalan sejak awal 2025 melalui Instruksi Gubernur Nomor 6 Tahun 2025.
Dalam aturan itu, ASN diwajibkan menggunakan Transjakarta, MRT, LRT, KRL, atau moda umum lainnya setiap Rabu. Mereka juga harus melaporkan aktivitasnya dengan mengirim selfie ke grup WhatsApp atau sistem pelaporan internal.
Hasilnya, menurut Pramono, kepatuhan ASN mencapai 98 persen, dengan jumlah penumpang Transjakarta melonjak signifikan. "Berdasarkan laporan PT TransJakarta, penumpang setiap Rabu meningkat menjadi 110 ribu–130 ribu, termasuk 62 ribu ASN beserta keluarga mereka," ujarnya.
Baca Juga: DKI Jakarta Berlakukan Denda Rp250 Ribu untuk Perokok di Tempat Umum, Ini Aturan Lengkapnya!
Swasta Belum Diwajibkan, Tapi Dikaji
Meski aturan untuk swasta belum ada, Pramono mengaku mendapat permintaan dari sejumlah perusahaan. "Sekarang ini ada permintaan dari pihak swasta. Apakah sudah saatnya mereka juga wajib naik transportasi publik setiap Rabu? Saya sedang kaji untuk itu," katanya di Muara Angke, Kamis 12 Juni.
Namun, ia menegaskan bahwa hingga saat ini tidak ada regulasi yang mengikat. "Untuk swasta belum diatur, hanya kami memikirkan tentang hal itu. Jadi sekali lagi, untuk swasta belum diatur," tegasnya.
Tantangan dan Respons Publik
Kebijakan ini menuai pro-kontra. Di satu sisi, pelaku bisnis mendukung upaya pengurangan kemacetan. Di sisi lain, muncul kekhawatiran soal fleksibilitas pekerja, terutama yang memiliki mobilitas tinggi.
Pramono menegaskan, jika nanti diterapkan, akan ada pengecualian seperti bagi pekerja dengan kondisi khusus—hamil, disabilitas, atau petugas lapangan.
Selain itu, Pemprov juga akan memperkuat infrastruktur transportasi, termasuk menambah rute baru seperti Transjabodetabek PIK 2-Blok M yang kini mencatat 5.000–6.000 penumpang per hari.
Baca Juga: Program RSSG 2025: Pemkot Depok Bebaskan Biaya Sekolah Swasta, Ini Syarat dan Cara Daftarnya
Pengawasan Ketat oleh Satpol PP
Untuk memastikan kepatuhan ASN, Satpol PP diminta mengawasi pegawai yang masih menggunakan kendaraan pribadi. "Saya minta Satpol PP kontrol siapa yang pakai mobil pribadi. Di kantor tidak kami sediakan parkir, jadi pasti ketahuan," tegas Pramono.
Jika kebijakan ini diperluas ke sektor swasta, dampaknya diperkirakan akan lebih besar. Namun, Pramono menekankan bahwa sosialisasi dan evaluasi harus dilakukan bertahap. "Kami tidak ingin terburu-buru. Yang penting masyarakat merasakan manfaatnya dulu," ujarnya.
Sementara itu, publik menunggu kepastian: akankah Jakarta benar-benar mewajibkan seluruh pekerja, baik pemerintah maupun swasta, untuk beralih ke transportasi umum? Jawabannya masih mengambang, tapi langkah awal telah dimulai.