Kebijakan ini muncul setelah aksi unjuk rasa ribuan driver ojol pada 20 Mei 2025 yang menuntut revisi tarif penumpang. Salah satu poin tuntutan mereka adalah penghapusan layanan murah seperti aceng, slot, hemar, dan prioritas, yang dianggap merugikan pendapatan pengemudi.
Saat ini, tarif ojol masih mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564/2022, yang membagi tarif berdasarkan tiga zona:
- Zona I (Sumatra, Jawa di luar Jabodetabek, dan Bali): Rp1.850–Rp2.300/km
- Zona II (Jabodetabek): Rp2.600–Rp2.700/km
- Zona III (Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua): Rp2.100–Rp2.600/km
Baca Juga: 8 Kasus Virus Hanta Ditemukan di Indonesia, Kemenkes Ungkap Gejala dan Cara Menghindarinya
Dengan adanya penyesuaian tarif ini, diharapkan kesejahteraan pengemudi ojol dapat meningkat, meski dampaknya terhadap konsumen masih perlu dipantau.
Pemerintah memastikan bahwa kenaikan ini tetap memperhatikan daya beli masyarakat dan keseimbangan ekosistem transportasi online.
Dengan disetujuinya kenaikan tarif ojol ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan kesejahteraan pengemudi sekaligus menjaga keberlanjutan industri transportasi online.
Namun, kebijakan ini juga perlu dikawal agar tidak membebani konsumen, terutama di tengah tantangan ekonomi saat ini.
Ke depan, Kemenhub berkomitmen untuk terus memantau implementasi penyesuaian tarif dan berdialog dengan semua pemangku kepentingan.
Langkah ini diharapkan mampu menciptakan ekosistem transportasi online yang lebih adil dan berkelanjutan bagi pengemudi, perusahaan aplikasi, maupun masyarakat pengguna jasa.