POSKOTA.CO.ID - Dunia kini berada di ambang krisis global yang lebih besar. Keterlibatan Amerika Serikat secara langsung dalam konflik bersenjata antara Israel dan Iran telah memicu kekhawatiran akan pecahnya Perang Dunia Ketiga (World War III).
Dampaknya tak hanya bersifat militer, tetapi juga meluas ke ranah ekonomi, politik, dan sosial, termasuk terhadap negara-negara yang tidak secara langsung terlibat dalam konflik, seperti Indonesia.
Baca Juga: Warga Keluhkan Angkot Ngetem Sembarangan di Sekitar Alun-Alun Kota Bogor
Eskalasi Konflik: Serangan ke Fasilitas Nuklir Iran
Ketegangan ini semakin meningkat sejak 13 Juni 2025, ketika Israel melancarkan serangan awal ke Iran. Pasca serangan tersebut, Amerika Serikat memberikan dukungan militer terbuka dengan melakukan serangan terhadap sejumlah fasilitas nuklir Iran. Langkah ini menciptakan ketidakpastian geopolitik secara global, yang langsung memengaruhi sektor keuangan dan perdagangan internasional.
Menurut Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, respons pasar terhadap konflik ini sudah terlihat nyata. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan negatif dan cenderung bergerak di zona merah, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap kondisi global yang tidak menentu.
"IHSG berpotensi mengalami volatilitas dan tekanan negatif," ujar Josua kepada dikutip dari CNBC Indonesia Minggu, 22 Juni 2025.
IHSG dan Pasar Keuangan dalam Sorotan
Serangan awal Israel terhadap Iran mengakibatkan penurunan IHSG sebesar 0,53% menjadi 7.166. Selama sepekan, indeks terkoreksi sekitar 3,6% atau turun 259 poin ke level 6.907. Keterlibatan militer AS memperparah kondisi tersebut, membuat investor global memilih menarik dana dari pasar negara berkembang seperti Indonesia.
Langkah ini memicu aksi jual di pasar modal yang dapat berlangsung dalam jangka pendek maupun menengah. Para pelaku pasar kini mencari alternatif investasi yang lebih aman (safe haven), seperti emas dan dolar AS, sehingga mengurangi minat terhadap aset berisiko seperti saham di negara berkembang.
Dampak Langsung pada Nilai Tukar Rupiah
Rupiah menjadi mata uang yang cukup terdampak di tengah eskalasi konflik ini. Berdasarkan proyeksi, nilai tukar diperkirakan akan bergerak di kisaran Rp16.350 hingga Rp16.500 per dolar AS.
Tekanan ini terjadi karena investor global lebih memilih memegang mata uang kuat di tengah ketidakpastian, sementara prospek peningkatan defisit fiskal dan transaksi berjalan Indonesia memperlemah sentimen terhadap rupiah.
Selain itu, volatilitas harga minyak dan kekhawatiran akan potensi perang berkepanjangan turut menambah tekanan terhadap kurs mata uang negara berkembang.