Sebagai solusi, pemerintah meluncurkan kebijakan Zero ODOL, yang rencananya akan diterapkan secara bertahap:
- Sosialisasi (Juni 2025)
- Peringatan dan Pemeriksaan Lapangan (Awal Juli 2025)
- Penindakan Hukum dan Operasi Gabungan (Pertengahan Juli 2025)
Alat pendukung seperti jembatan timbang, tilang elektronik (ETLE), dan GPS pemantau muatan akan dioptimalkan untuk memastikan kepatuhan. Namun, di lapangan, kebijakan ini justru memantik aksi protes.
Kemarahan Sopir Truk: Biaya Modifikasi Mahal, Penghasilan Terpangkas
Para sopir menilai kebijakan ini memberatkan karena:
- Biaya modifikasi truk ke ukuran standar bisa mencapai puluhan juta rupiah per unit, yang harus ditanggung mandiri oleh sopir atau pemilik truk.
- Kapasitas angkut berkurang, sehingga pendapatan per ritase turun, sementara tarif angkut belum tentu naik.
"Inilah titik yang membuat banyak sopir resah: biaya tinggi, penghasilan justru turun, sementara pengusaha barang belum tentu mau menaikkan tarif angkut," jelas salah seorang pengemudi yang ikut aksi.
Baca Juga: Truk ODOL Masih Jadi Ancaman, Korlantas dan Pemerintah Sepakat Tingkatkan Penindakan Terpadu
Pemerintah Tegas, Tapi Bisakah Dialog Menemukan Solusi?
Meski menegaskan akan bertindak tegas, mulai dari tilang, penyitaan kendaraan, hingga pemblokiran STNK, pemerintah juga membuka ruang diskusi dengan asosiasi seperti Apindo dan Aptrindo untuk mencari solusi terkait insentif modifikasi dan penyesuaian tarif angkut.
"Harapannya, kebijakan ini tidak sekadar menertibkan kendaraan, tetapi juga tetap menjaga keberlangsungan usaha sopir dan pengusaha angkutan barang," tegas pernyataan resmi Kemenhub.
Jalan Tengah: Penegakan Hukum Plus Kompensasi
Aksi mogok ini memperlihatkan dilema antara kepatuhan regulasi dan kesejahteraan pekerja. Solusi realistis yang diusulkan banyak pihak adalah:
- Subsidi atau keringanan biaya modifikasi truk
- Revisi tarif angkut yang adil
- Pemberian tenggat waktu adaptasi sebelum penindakan keras
Aksi mogok sopir truk ini menjadi bukti nyata bahwa kebijakan penertiban tidak bisa hanya mengandalkan penegakan aturan semata. Pemerintah perlu segera merumuskan solusi komprehensif yang mempertimbangkan beban ekonomi para sopir, termasuk insentif modifikasi dan penyesuaian tarif angkut yang adil.
Tanpa langkah konkret, protes ini berpotensi berkembang menjadi gangguan yang lebih serius terhadap stabilitas logistik nasional. Jika tidak ada kesepakatan, gelombang protes diperkirakan akan meluas, berpotensi mengganggu stabilitas pasokan logistik nasional.
Singkatnya, ODOL adalah akar masalah bagi keselamatan jalan dan kondisi infrastruktur. Zero ODOL hadir untuk mengatasi kerugian negara dan risiko korban jiwa.
Namun, di sisi lain, para sopir yang selama ini menggantungkan hidup dari penghasilan per ritase merasa belum ada kejelasan solusi pembiayaan modifikasi dan tarif angkut.