POSKOTA.CO.ID - Ratusan sopir truk di Jawa Tengah dan Jawa Timur menggelar aksi mogok massal pada Kamis 19 Juni 2025, memblokir sejumlah jalur distribusi utama sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Zero ODOL.
Aksi ini menyebabkan antrean panjang truk pengangkut barang dan mengganggu distribusi logistik di beberapa wilayah.
Demonstrasi yang berlangsung tegang ini menjadi sorotan nasional, memunculkan pertanyaan besar: mengapa kebijakan penghapusan truk ODOL menuai penolakan keras dari para sopir?
Namun, upaya pemerintah memberlakukannya secara ketat justru memicu gelombang ketidakpuasan di kalangan pekerja angkutan barang.
Baca Juga: Aturan Baru Truk Zero ODOL 2026: Sopir Terjepit, Jalan Rusak, Negara Merugi
Akar protes ini terletak pada dampak ekonomi yang dirasakan para sopir. Mereka mengeluhkan biaya modifikasi truk yang mahal serta potensi penurunan pendapatan akibat berkurangnya kapasitas angkut.
Tanpa solusi konkret dari pemerintah mengenai kompensasi atau penyesuaian tarif, aksi mogok diperkirakan akan terus meluas dalam beberapa hari ke depan.
ODOL: Akar Masalah yang Menggerogoti Infrastruktur dan Keselamatan Jalan
ODOL adalah akronim dari Over Dimension Over Loading, yaitu praktik yang jamak ditemui pada angkutan barang. Intinya, kendaraan niaga seperti truk kerap dimodifikasi baknya melebihi ukuran resmi pabrik, atau diisi muatan jauh di atas batas berat yang disarankan.
Fenomena truk ODOL telah lama menjadi sorotan karena dampaknya yang merugikan. Selain meningkatkan risiko kecelakaan, seperti kasus rem blong atau gagal menanjak di ruas tol seperti Cipularang, kendaraan ODOL juga mempercepat kerusakan jalan.
Data Kementerian Perhubungan menyebutkan, kerugian negara akibat perbaikan infrastruktur yang rusak oleh truk ODOL mencapai puluhan triliun rupiah per tahun.
Baca Juga: Mulai 1 Juni 2025, Korlantas Polri Sosialisasi Zero ODOL