Anak 11 Tahun Dicabuli Kasir Minimarket, Kriminolog: Waspada Modus Manipulatif

Selasa 17 Jun 2025, 09:09 WIB
Ilustrasi pencabulan terhadap anak di bawah umur. (Freepik.com)

Ilustrasi pencabulan terhadap anak di bawah umur. (Freepik.com)

KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID – Seorang anak laki-laki berusia 11 tahun menjadi korban pencabulan oleh kasir minimarket di Jatiuwung, Tangerang.

Pelaku memanipulasi korban dengan iming-iming top up game gratis senilai Rp100 ribu.

"Dalam kasus ini, pelaku menggunakan iming-iming hadiah ini termasuk dalam teknik grooming yang umum dipakai predator. Artinya, pelaku memang tidak perlu menjadi orang dekat, cukup menciptakan kedekatan sesaat yang manipulatif," ujar kriminolog perempuan dan anak, Haniva Hasna, Selasa, 17 Juni 2025.

Hasna menyebut yang memprihatinkan adalah pelaku dan korban sama-sama laki-laki.

"Kekerasan seksual pada anak tidak mengenal jenis kelamin," katanya.

Baca Juga: Viral! Aksi Pelecehan Seksual oleh Anak 8 Tahun di Bekasi, Korban Diduga Lebih dari Satu

Kasus ini menjadi peringatan agar masyarakat lebih waspada terhadap siapa pun yang punya akses pada anak, termasuk di ruang publik seperti minimarket.

"Dalam perspektif kriminologi, pelaku dari luar lingkaran dekat juga sangat berbahaya, karena mereka seringkali punya modus manipulatif yang rapi," tambah Hasna.

Penanganan korban harus serius dan komprehensif. Anak korban pelecehan tidak hanya terluka fisik, tapi juga psikologis, seperti rasa malu, bingung, marah, hingga kehilangan kepercayaan.

Dalam kriminologi dikenal istilah cycle of victimization, di mana korban yang tidak ditangani tepat bisa mengulang pola kekerasan pada orang lain.

Untuk memutus rantai ini, korban harus mendapat trauma-informed care atau konseling psikologis intensif agar trauma bisa diproses dengan sehat.

Restorative justice berupa rekonsiliasi (jika diinginkan korban), terapi, dan edukasi hukum juga diperlukan.

Baca Juga: Deretan Kontroversi Gofar Hilman, Mulai dari Tidur dengan 100 Wanita hingga Dugaan Pelecehan Seksual

"Juga Strengthen social bonds, memperkuat hubungan anak dengan keluarga, sekolah, dan komunitas untuk memperkuat kontrol sosial internal. Tujuannya agar anak tidak hanya sembuh, tapi juga membentuk self-control sehingga tidak meneruskan perilaku devian," jelas Hasna.

Sebagai langkah pencegahan, Hasna menekankan pentingnya pendidikan seksual di sekolah.

Kasus ini menunjukkan lemahnya kontrol nilai pendidikan, di mana anak tidak sadar bahaya iming-iming dan belum memahami pelecehan seksual.

"Dari perspektif kriminologi, sexuality education penting untuk menanam pemahaman tentang batas tubuh pribadi dan orang lain. Pengetahuan tentang manipulasi, modal untuk meningkatkan self-defense anak, serta nilai empati dan keberanian berbicara bila ada yang salah," ujarnya.

"Jadi pendidikan seksual harus dimulai sejak dini, disesuaikan usia, budaya, dan agama. Anak yang dibekali pemahaman akan lebih kuat menolak godaan dan lebih berani bersuara saat dilecehkan," tutup Hasna. 


Berita Terkait


News Update