Jangan Abaikan! Dukungan Orang Tua Bisa Mencegah Kesehatan Mental Sejak Usia Dini

Jumat 13 Jun 2025, 11:41 WIB
llustrasi. Menjaga kesehatan mental anak. (Sumber: Freepik/jcomp)

llustrasi. Menjaga kesehatan mental anak. (Sumber: Freepik/jcomp)

POSKOTA.CO.ID - Masalah kesehatan mental tidak lagi menjadi isu yang hanya menimpa orang dewasa.

Anak-anak justru menjadi kelompok rentan yang sering luput dari perhatian orang tua.

Banyak orang tua yang fokus pada pertumbuhan fisik anak, namun mengabaikan perkembangan mental dan emosional mereka.

Padahal, kesehatan mental anak sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup, prestasi belajar, hingga hubungan sosial mereka di masa depan.

Melalui video edukatif yang dipandu oleh dokter spesialis anak, dr. Nunki Andria, masyarakat diajak untuk lebih memahami pentingnya peran orang tua dalam menjaga kesehatan mental anak.

Baca Juga: Butuh Konsultasi Psikolog Gratis? Coba JakCare, Layanan Kesehatan Mental 24 Jam dari Pemprov DKI

Tanda-Tanda Anak Mengalami Gangguan Kesehatan Mental

Seperti dikutip dari kanal YouTube Kata Dokter, pada Jumat, 13 Juni 2025, gangguan kesehatan mental pada anak umumnya tidak muncul begitu saja.

Beberapa gejala bisa terlihat samar, dan sering kali dikira sebagai bagian dari fase pertumbuhan normal. Berikut tanda-tandanya.

  • Anak kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya disukai.
  • Sering merasa cemas atau takut tanpa alasan yang jelas.
  • Menjadi lebih pendiam atau menarik diri dari lingkungan sosial.
  • Sering marah, menangis, atau menunjukkan ledakan emosi berlebihan.
  • Gangguan pola makan dan tidur.
  • Penurunan prestasi akademik.
  • Mengeluh sakit fisik tanpa penyebab medis yang jelas (seperti sakit perut atau kepala terus-menerus).

Jika tanda-tanda tersebut berlangsung dalam waktu lama, sudah saatnya orang tua mempertimbangkan untuk berkonsultasi dengan profesional.

Baca Juga: Istri Ridwan Kamil, Atalia Praratya Beri Pesan Soal Kesehatan Mental: Jangan Diabaikan

Cara Mencegah Kesehatan Mental

Komunikasi menjadi fondasi utama dalam membangun kesehatan mental anak.

Sayangnya, di era digital, perhatian orang tua sering kali teralihkan oleh gawai.

Padahal, anak sangat membutuhkan ruang aman untuk bercerita dan didengarkan tanpa penghakiman.

Dr. Nunki menekankan pentingnya menghadirkan komunikasi dua arah yang hangat dan empatik.

"Anak belum tentu bisa mengungkapkan perasaan mereka dengan tepat. Maka orang tua harus menjadi pendengar yang aktif dan memahami makna di balik perilaku anak," ujarnya.

Konsultasi ke psikolog anak juga disarankan, terutama bila anak menunjukkan gejala yang menetap.

Tak hanya dari sisi psikologis, faktor fisik juga memengaruhi stabilitas mental seseorang.

Dalam konteks ini, praktik water fasting atau puasa air selama 24 jam menjadi metode yang semakin populer untuk detoksifikasi tubuh.

Meskipun masih menjadi topik perdebatan ilmiah, beberapa studi menunjukkan bahwa water fasting dapat membantu meningkatkan fokus, memperbaiki kualitas tidur, serta menurunkan stres oksidatif dalam tubuh.

Detoksifikasi ini tak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga memberi ruang bagi pikiran untuk lebih jernih dan tenang.

Namun, praktik ini sebaiknya dilakukan dengan pengawasan tenaga medis, terutama bagi anak-anak atau individu dengan kondisi kesehatan tertentu.

Perbedaan Anak Aktif vs Anak Hiperaktif

Sering kali orang tua merasa khawatir ketika anak mereka terlalu aktif.

Namun penting untuk membedakan antara anak aktif secara normal dengan anak yang mengalami Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

Anak aktif biasanya bisa fokus saat tertarik pada suatu hal, bisa dikendalikan dengan arahan, dan masih bisa tenang di waktu-waktu tertentu.

Sedangkan, anak dengan ADHD menunjukkan perilaku impulsif berlebihan, kesulitan mempertahankan perhatian, tidak bisa duduk diam, dan kerap mengganggu orang lain bahkan dalam situasi formal.

Jika gejala tersebut terlihat setelah anak memasuki usia 4 tahun ke atas dan terjadi secara konsisten di berbagai situasi, maka perlu dilakukan evaluasi oleh dokter atau psikolog anak.

Maka dari itu, Jangan anggap remeh perubahan emosi dan perilaku anak. Ketika gejala muncul, segera cari bantuan profesional.


Berita Terkait


News Update