POSKOTA.CO.ID - Dalam era yang menuntut kecepatan dan produktivitas tanpa henti, muncul sebuah fenomena unik di tengah generasi muda, khususnya Gen Z di Tiongkok, yang dikenal dengan istilah “manusia tikus”.
Julukan ini merujuk pada perilaku sejumlah anak muda yang menjalani hidup dalam pola yang tampak pasif: bangun siang, berdiam di tempat tidur, bermain gim atau media sosial, lalu kembali tidur.
Meski sepintas terkesan sebagai gaya hidup yang tidak produktif, fenomena ini menyimpan makna mendalam mengenai cara generasi muda merespons tekanan, ekspektasi sosial, serta kesadaran akan pentingnya kesehatan mental.
Baca Juga: Nadiem Makarim Buka Suara: Alasan Pilih Chromebook di Tengah Dugaan Korupsi Proyek Rp9,9 Triliun
Makna di Balik Gaya Hidup “Manusia Tikus”
Psikolog klinis Adelia Octavia Siswoyo, M.Psi., mengungkapkan bahwa fenomena ini bukan sekadar bentuk kemalasan, melainkan refleksi dari mekanisme adaptif yang dijalani Gen Z dalam menghadapi tekanan. Alih-alih memaksakan diri terus bekerja, mereka memilih berhenti sejenak untuk memulihkan energi mental.
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang kerap menjunjung tinggi etos kerja tanpa henti, Gen Z menunjukkan keberanian untuk mengatakan "cukup" ketika mereka merasa lelah. Ini menandakan kesadaran akan kesehatan mental yang lebih tinggi dibanding generasi sebelumnya.
Respons Terhadap Burnout: Istirahat sebagai Strategi, Bukan Pelarian
Dalam konteks burnout atau kelelahan mental, Gen Z cenderung meresponsnya dengan menarik diri. Mereka tidak melihat kelelahan sebagai kondisi yang harus dilawan melalui kerja lebih keras, melainkan sebagai sinyal tubuh dan pikiran untuk berhenti sejenak.
Fenomena “manusia tikus” merepresentasikan sebuah pilihan sadar: bahwa istirahat adalah bagian dari kelangsungan hidup yang sehat. Pola ini menjadi bentuk perlindungan diri dari stres kronis, bukan indikasi kemalasan atau ketidakmampuan untuk bersaing.
“Generasi ini sadar bahwa kesehatan mental adalah aset utama yang harus dijaga, bukan sesuatu yang dikorbankan demi mengejar produktivitas semu,” jelas Adelia.
Budaya Produktivitas Versus Kesehatan Mental
Budaya kerja yang mendewakan produktivitas telah lama mengakar dalam masyarakat modern, termasuk di Asia Timur. Namun, perubahan generasi membawa serta pergeseran nilai. Gen Z cenderung mempertanyakan norma tersebut dan memilih pendekatan yang lebih seimbang.
Dalam dunia yang terus bergerak cepat, mereka memperlambat langkah bukan karena tidak mampu mengikuti, tetapi karena ingin tetap utuh dalam jangka panjang. Ini adalah bentuk resistensi terhadap tekanan yang datang dari luar, termasuk keluarga, institusi pendidikan, dan tempat kerja.