Pimpinan PBNU Rangkap Jabatan di Tambang Nikel Raja Ampat, Aktivis Soroti Potensi Konflik Kepentingan

Senin 09 Jun 2025, 12:20 WIB
Ilustrasi Raja Ampat (Sumber: Pinterest)

Ilustrasi Raja Ampat (Sumber: Pinterest)

Perlu dicatat bahwa Papua Barat Daya, tempat beroperasinya PT Gag Nikel, merupakan kawasan dengan sejarah panjang eksploitasi sumber daya alam.

Tambang emas, tembaga, dan nikel menjadi bagian dari narasi kolonialisme ekonomi modern di wilayah tersebut. Bagi masyarakat adat dan pegiat lingkungan, aktivitas perusahaan di sana seringkali diidentikkan dengan perampasan ruang hidup dan marjinalisasi komunitas lokal.

Dalam konteks ini, keterlibatan tokoh agama dalam struktur korporasi pertambangan menjadi sangat sensitif dan potensial menimbulkan disonansi moral di tengah masyarakat Muslim Indonesia yang semakin sadar lingkungan.

Kritik yang dilontarkan Roy Murtadho terhadap Gus Fahrur dan PBNU membuka ruang diskusi penting mengenai posisi etis organisasi keagamaan dalam era krisis iklim global.

Dalam menghadapi tantangan ekologis yang semakin kompleks, diperlukan komitmen yang lebih tegas dari institusi keagamaan untuk berdiri di sisi keberlanjutan, bukan sebaliknya.

Keterlibatan dalam industri ekstraktif, terlebih yang beroperasi di wilayah sensitif seperti Raja Ampat, seharusnya menjadi titik refleksi bagi PBNU untuk mengevaluasi arah gerak dan visi keberagamaannya. Apakah PBNU masih dapat dipercaya sebagai pelindung semesta (hârisul-jagat) ketika tokohnya berada dalam lingkaran kekuasaan korporasi?

Hanya waktu dan sikap terbuka dari pihak terkait yang akan menjawab pertanyaan ini.


Berita Terkait


News Update