Truk pemadam kebakaran yang dikerahkan untuk mengatasi api kemudian menjadi sasaran serangan mendadak oleh pejuang Hamas menggunakan alat peledak rakitan.
Insiden tersebut menewaskan tiga tentara Israel dan melukai dua lainnya secara serius. Hal ini menunjukkan bahwa kegagalan teknis pada sistem militer dapat berdampak fatal tidak hanya terhadap keberhasilan operasi, tetapi juga keselamatan personel militer di lapangan.
Keengganan Gencatan Senjata dan Tanggapan Internasional
Meskipun menghadapi tekanan logistik internal, pemerintah Israel di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tetap menolak seruan internasional untuk melakukan gencatan senjata.
Sejak dimulainya operasi pada Oktober 2023, hampir 54.700 warga Palestina telah kehilangan nyawa, sebagian besar di antaranya adalah wanita dan anak-anak.
Badan-badan bantuan internasional juga telah mengeluarkan peringatan serius tentang risiko kelaparan massal yang mengancam lebih dari dua juta warga di Jalur Gaza akibat blokade dan penghancuran sistem distribusi pangan.
Tuduhan Genosida dan Proses Hukum Internasional
Dalam perkembangan hukum internasional, pada November 2024, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida yang diajukan di Mahkamah Internasional (ICJ). Gugatan ini menuduh Israel secara sistematis melakukan pembunuhan massal terhadap warga sipil dan melanggar Konvensi Genosida PBB.
Dilema Strategis: Perang Tanpa Arah dan Sumber Daya Menipis
Secara strategis, perang yang berkepanjangan tanpa kemenangan yang jelas mulai memperlihatkan beban yang signifikan terhadap kemampuan bertempur Israel. Kekurangan suku cadang, meningkatnya kerusakan peralatan, serta penurunan moral pasukan menjadi sinyal bahwa dominasi militer tidak serta-merta menjamin keberhasilan operasional jangka panjang.
Dalam analisis militer, ketergantungan berlebihan terhadap teknologi tinggi justru bisa menjadi kelemahan jika tidak didukung dengan logistik dan pemeliharaan yang memadai. Israel, yang selama ini dikenal dengan kekuatan militernya yang canggih, mulai memperlihatkan celah dalam aspek ini.
Kondisi yang dihadapi militer Israel saat ini menjadi contoh nyata bagaimana perang berkepanjangan dapat mengikis bukan hanya sumber daya manusia, tetapi juga infrastruktur militer yang dianggap kuat.
Krisis logistik, kekurangan suku cadang, dan kerusakan peralatan berat seperti tank dan kendaraan lapis baja kini menjadi tantangan internal yang serius.