Siapa Pemilik Tiga Dewa Adventure? Pendaki Protes Kehabisan Lahan Tenda di Gunung

Rabu 04 Jun 2025, 08:17 WIB
Tenda Pendaki Terancam Tak Bisa Berdiri, Tiga Dewa Adventure Viral Diduga Booking Lahan Gunung (Sumber: Instagram/@tigadewadventureindonesia)

Tenda Pendaki Terancam Tak Bisa Berdiri, Tiga Dewa Adventure Viral Diduga Booking Lahan Gunung (Sumber: Instagram/@tigadewadventureindonesia)

POSKOTA.CO.ID - Kasus viral mengenai praktik booking lahan camp di Gunung Merbabu dan Sindoro telah menimbulkan polemik luas di media sosial.

Tiga Dewa Adventure, komunitas open trip asal Semarang, menjadi sorotan karena diduga terlibat dalam praktik ini.

Artikel ini mengulas kontroversi tersebut secara mendalam, mulai dari kronologi kejadian, respons otoritas taman nasional, hingga etika pendakian dan profil pemilik Tiga Dewa Adventure.

Polemik Booking Lahan Camp di Gunung Merbabu dan SindoroPada awal Juni 2025, dunia pendakian Indonesia diguncang oleh video viral di TikTok dari akun @siputgunung.id yang memperlihatkan kesulitan sekelompok pendaki mendirikan tenda di Gunung Merbabu.

Baca Juga: Jawab Kuis Dibayar Saldo DANA Gratis Rp125.000 dari Aplikasi Ini, Klaim ke Dompet Elektronik Sekarang!

Lahan yang semestinya tersedia secara terbuka diduga telah "dibooking" oleh rombongan tertentu. Dalam keterangannya, pendaki menyebut telah mendaki lebih awal demi mendapat tempat, namun tetap tidak kebagian lahan karena telah dipesan oleh pihak open trip.

Keresahan ini bukan kasus tunggal. Di Pos 3 Gunung Sindoro via Kledung, pendaki lain mengklaim telah dipaksa membongkar tenda oleh rombongan open trip dengan alasan lokasi tersebut telah dipesan lebih dahulu. Aksi ini menuai kecaman luas.

Netizen berbondong-bondong mengkritik praktik tersebut sebagai tindakan yang tidak menghormati etika kebersamaan di alam bebas.

Komentar seperti "Gunung bukan venue nikahan!" dan "Yang datang duluan harusnya lebih berhak" membanjiri unggahan di media sosial. Akun Instagram @tiga_dewa_opentrip menjadi sasaran protes, meski hingga kini belum mengeluarkan pernyataan resmi.

Klarifikasi dari Balai Taman Nasional Gunung Merbabu

Menanggapi kejadian ini, Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (BTNGMb) melalui Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Nurpana Sulaksono, menegaskan bahwa sistem booking lahan camp tidak pernah diterapkan di kawasan Merbabu.

"Di Merbabu tidak ada istilah booking camp. Siapa pun bisa menggunakan area yang tersedia, asalkan datang lebih dahulu," ujar Nurpana dalam konferensi pers pada 2 Juni 2025.

Nurpana menjelaskan bahwa lonjakan pendaki saat libur panjang sering menyebabkan kepadatan di titik camping. Namun demikian, tindakan mendominasi area oleh kelompok tertentu tanpa koordinasi adalah pelanggaran terhadap semangat pendakian bersama.

BTNGMb berencana memperbaiki sistem kuota dan pengawasan guna mencegah konflik antarpendaki di masa mendatang. Selain itu, akan dilakukan pemantauan khusus terhadap kelompok yang melanggar etika bersama dalam pendakian.

Siapa Pemilik Tiga Dewa Adventure?

Tiga Dewa Adventure merupakan komunitas open trip yang berbasis di Semarang. Didirikan pada tahun 2008, komunitas ini dikenal dengan slogan “You’ll Never Hike Alone” dan telah menyelenggarakan banyak pendakian ke berbagai gunung seperti Merbabu, Semeru, dan Raung.

Pemilik dan pendiri komunitas ini adalah Muhammad Rifqi Maulana, lulusan Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. Ia cukup aktif di media sosial, dengan akun Instagram @rifkymaulanaaaa dan TikTok @rifkymaulanaaaa. Tiga Dewa Adventure juga mengelola akun resmi @tigadewaadventureindonesia untuk promosi dan dokumentasi kegiatan.

Meski memiliki reputasi baik sebelumnya, keterlibatan komunitas ini dalam isu booking lahan camp membuatnya menjadi sorotan negatif. Netizen menuntut klarifikasi dari pihak manajemen, yang hingga kini belum merespons secara terbuka.

Etika Pendakian dan Tanggapan Fiersa BesariFiersa Besari, musisi sekaligus pendaki yang disegani di komunitas pejalan alam, turut angkat bicara mengenai fenomena booking lahan camp. Dalam pernyataannya yang dikutip oleh Poskota.co.id, Fiersa menyatakan bahwa wajar jika tenda dibangun lebih awal oleh kru open trip, namun harus proporsional.

"Tidak masalah jika beberapa tenda didirikan dulu, tapi jika sampai menguasai area besar dan mengusir pendaki lain, itu jelas melanggar etika," tegas Fiersa.

Ia menekankan pentingnya solidaritas dan keselamatan di gunung. Keberadaan area camping harus dimaknai sebagai ruang bersama, bukan milik kelompok tertentu. Fiersa menyarankan agar penyelenggara open trip merancang pedoman etik dan melakukan koordinasi antarkelompok.

"Langkah konkret perlu diambil. Mungkin dengan membuat pernyataan sikap komunitas open trip dan kode etik bersama," tambahnya.

Baca Juga: Bukan Hazelle Joewono, Siapa Sebenarnya Pemilik Porsche Cayman yang Tabrak Rush di Tol Sidoarjo?

Panduan Menghindari Konflik di Gunung

Agar kejadian serupa tidak berulang, berikut panduan singkat bagi pendaki:

  1. Datang lebih awal: Usahakan tiba di lokasi camp sebelum sore untuk mendapatkan tempat.
  2. Hindari dominasi area: Jangan mendirikan tenda secara berlebihan sehingga menghalangi pendaki lain.
  3. Komunikasi terbuka: Jika area terlihat padat, ajak bicara pendaki lain secara sopan dan terbuka.
  4. Hormati aturan taman nasional: Ikuti arahan petugas lapangan dan peraturan resmi.
  5. Laporkan penyalahgunaan: Jika terjadi insiden pengusiran atau dominasi lahan, segera laporkan kepada petugas taman nasional.

Fenomena booking lahan camp menjadi refleksi penting bagi dunia pendakian Indonesia. Di tengah popularitas aktivitas alam bebas, penting untuk menegakkan prinsip kesetaraan, kebersamaan, dan etika.

Tiga Dewa Adventure kini berada di titik krusial untuk memperbaiki citra mereka, dan komunitas pendaki diharapkan lebih sadar akan pentingnya solidaritas di alam terbuka.

Kontroversi ini hendaknya menjadi titik balik untuk memperbaiki sistem pendakian dan memperkuat budaya yang inklusif di setiap jalur gunung.


Berita Terkait


News Update