Terima Dana dari Fintech Tanpa Pengajuan? Waspadai Risiko Hukum dan Lakukan Ini Segera

Senin 26 Mei 2025, 10:34 WIB
Ilustrasi pinjol. (Sumber: PxHere)

Ilustrasi pinjol. (Sumber: PxHere)

POSKOTA.CO.ID - Dalam beberapa waktu terakhir, jagat media sosial diramaikan dengan keluhan dari masyarakat yang tiba-tiba dihubungi oleh pihak PT Kredit Utama Fintech Indonesia, penyedia layanan pinjaman online (pinjol) dengan nama dagang Rupiah Cepat. Mereka diminta melunasi tagihan pinjaman yang tidak pernah mereka ajukan.

Fenomena ini langsung memicu perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK), selaku regulator industri keuangan digital di Indonesia.

Menanggapi laporan yang masuk, OJK segera memanggil perwakilan Rupiah Cepat untuk dimintai klarifikasi dan mendorong dilakukan perbaikan sistem serta peningkatan perlindungan konsumen.

Menurut Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), kasus semacam ini perlu ditangani dengan cermat dan masyarakat harus mengetahui langkah hukum yang tepat.

Jika dana pinjaman tiba-tiba masuk ke rekening tanpa adanya pengajuan resmi, masyarakat harus segera melaporkannya.

Apabila sumber dana berasal dari pinjol legal, pelaporan dapat dilakukan langsung ke OJK. Namun jika berasal dari layanan ilegal, maka laporan perlu disampaikan ke Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI).

Baca Juga: Isu Debt Collector akan Dihapuskan, Benarkah? Simak Penjelasannya

"Hal paling mendasar adalah mengecek legalitas aplikasi fintech lending yang terlibat," ujar Nailul. Ia juga mengingatkan bahwa masyarakat tidak boleh menggunakan dana yang masuk secara tiba-tiba tersebut. "Jika digunakan, penerima bisa dikenai sanksi pidana karena dianggap menyalahgunakan dana yang bukan haknya," tambahnya.

Sementara itu, dari pihak Rupiah Cepat, Direktur Utama Baladina Siburian menyatakan bahwa pihaknya telah menghadiri panggilan dari OJK dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Dalam pernyataannya, ia menyebut bahwa pihaknya berkomitmen tinggi terhadap perlindungan konsumen dan kepatuhan terhadap regulasi.

"Kami telah memenuhi seluruh proses pemanggilan sebagai bentuk kepatuhan. Kami juga telah melakukan komunikasi langsung dengan pengguna untuk memahami dan menyelesaikan persoalan yang muncul," kata Baladina dalam pernyataan tertulis.

Ia menambahkan bahwa diskusi antara perusahaan dan konsumen dilakukan secara tertutup untuk menjaga kerahasiaan dan kenyamanan pengguna. Langkah ini dinilai sebagai bentuk iktikad baik untuk menyelesaikan masalah secara adil dan proporsional.

Namun demikian, Nailul Huda mengkritisi sistem hukum yang masih membebankan pengembalian dana kepada penerima akhir.

Ia menyebut bahwa dalam kasus pencairan dana tanpa permintaan, tanggung jawab tidak seharusnya sepenuhnya dibebankan kepada konsumen, tetapi juga kepada penyedia jasa yang menyalurkan dana.

"Bank atau platform fintech yang terbukti mengeluarkan perintah transfer palsu bisa dikenai pasal pidana," jelasnya. Hal ini termasuk dalam kategori pemalsuan, terutama jika transfer dana dilakukan tanpa dasar pengajuan yang sah.

Rupiah Cepat menyatakan bahwa saat ini mereka sedang melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem dan prosedur internal. Tujuannya adalah untuk memperkuat sistem keamanan data, memastikan proses verifikasi berjalan optimal, serta meningkatkan akurasi dalam pencairan pinjaman.

Baca Juga: Skor Kredit Jelek di OJK? Ini Rekomendasi Pindar yang Bisa Digunakan!

Pihak manajemen juga mengimbau masyarakat untuk selalu menjaga kerahasiaan data pribadi, tidak memberikan kode OTP atau informasi sensitif kepada pihak yang mengaku sebagai perwakilan Rupiah Cepat di luar kanal resmi.

Penggunaan data pribadi yang disalahgunakan masih menjadi isu sentral dalam industri pinjaman online, sehingga literasi digital sangat penting.

Kasus ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya ketelitian dalam transaksi keuangan digital. Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, risiko penyalahgunaan data dan pencairan pinjaman ilegal bisa saja meningkat jika tidak disertai pengawasan yang ketat.

OJK sendiri telah menyediakan berbagai saluran pengaduan untuk memfasilitasi konsumen yang merasa dirugikan oleh layanan fintech. Langkah cepat yang diambil dalam menangani kasus Rupiah Cepat menunjukkan keseriusan regulator dalam menjaga kepercayaan publik terhadap industri keuangan digital.

Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini mencerminkan perlunya penguatan regulasi dan implementasi sistem keamanan yang lebih ketat dalam layanan pinjaman online. Tidak cukup hanya dengan regulasi, tetapi juga perlu adanya mekanisme audit berkala dan evaluasi menyeluruh terhadap kepatuhan penyelenggara fintech terhadap prinsip perlindungan konsumen.

Sebagai penutup, masyarakat diimbau untuk lebih cermat dalam memilih aplikasi pinjaman online, serta memastikan bahwa platform yang digunakan terdaftar dan diawasi oleh OJK. Jika terjadi kejanggalan, langkah cepat pelaporan dapat mencegah dampak hukum dan finansial yang lebih besar di kemudian hari.


Berita Terkait


News Update