Kedua, MR menggunakan grup sebagai tempat berbagi dan menyebarkan konten asusila dengan anggota lainnya.
Konten tersebut mencakup ratusan foto dan video bermuatan pornografi, sebagian besar di antaranya ditemukan oleh penyidik dalam perangkat ponsel milik MR saat proses penangkapan.
Dengan ribuan anggota yang tergabung, distribusi konten berpotensi meluas secara masif. Selain MR, penyidik juga mengamankan pelaku lainnya dengan motif yang berbeda.
Baca Juga: Viral Pengakuan Warga RI Soal Pencurian Data Pribadi, Ini Pemilik Rupiah Cepat
Salah satu motif yang paling meresahkan adalah upaya mencari keuntungan ekonomi melalui penjualan konten eksploitasi seksual anak di bawah umur.
Ini menunjukkan bahwa kejahatan digital tidak hanya bersifat personal, tetapi juga dapat bermuatan komersial yang berbahaya.
Tanggapan Masyarakat dan Reaksi Pemerintah
Kasus ini memicu gelombang kemarahan dan kekhawatiran di masyarakat. Banyak pihak, termasuk aktivis perlindungan anak dan organisasi masyarakat sipil, mendesak agar aparat penegak hukum mengusut kasus ini hingga tuntas.
Mereka menekankan bahwa anak-anak harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi, termasuk di ranah digital.
Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), turut ambil bagian dengan berupaya memblokir akses terhadap grup dan akun yang berkaitan.
Kominfo juga menyuarakan pentingnya peningkatan literasi digital sebagai langkah preventif, agar masyarakat tidak menjadi korban atau pelaku dalam penyebaran konten ilegal.