POSKOTA.CO.ID - Universitas Gadjah Mada (UGM), salah satu perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia, tengah menjadi sorotan publik akibat gugatan hukum dari seorang pengacara dan pengamat sosial bernama Komardin.
Gugatan tersebut menyangkut tuduhan tidak transparannya UGM dalam menyampaikan informasi mengenai ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo.
Dalam perkara yang diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman, penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp69 triliun kepada negara, dengan menyalahkan UGM atas timbulnya kegaduhan publik yang disebut-sebut turut mempengaruhi pelemahan nilai tukar Rupiah.
Baca Juga: Antrian KJP Pasar Jaya Mei 2025 Dibuka, Ini Link dan Cara Daftarnya
Asal Usul Gugatan dan Legal Standing
Komardin, yang dikenal sebagai advokat asal Makassar, Sulawesi Selatan, menyatakan bahwa gugatannya didasari pada prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, UGM gagal memberikan klarifikasi yang cukup kepada publik terkait keaslian ijazah dan skripsi Joko Widodo, yang telah menjadi bahan spekulasi dan perdebatan luas di masyarakat.
Dalam keterangannya, Komardin menyebut bahwa keterbukaan dari pihak universitas menjadi sangat penting demi meredam spekulasi yang berkembang.
Ia menilai bahwa ketidakjelasan informasi ini telah menimbulkan keresahan sosial dan politik yang luas, serta berdampak secara ekonomi terhadap nilai tukar Rupiah.
"Skripsi palsu, ijazah palsu, sekarang supaya tidak menjadi gaduh di negara ini, ya kita buktikan lewat pengadilan," ujar Komardin.
Komardin juga menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki motif pribadi terhadap Presiden Jokowi. Fokus utamanya adalah tanggung jawab UGM sebagai institusi pendidikan yang dianggap memicu ketidakpastian publik.
Klaim Kerugian Fantastis
Salah satu aspek yang paling mencolok dari gugatan ini adalah nilai kerugian yang diklaim oleh penggugat. Komardin menyebut kerugian materiil akibat ketidakjelasan informasi tersebut mencapai Rp69 triliun.