Baca Juga: 3 Trik Hadapi DC Pinjol Tanpa Panik, Terapkan Ini
Beban tetap bisa membengkak drastis jika tidak segera dilunasi. Sebagai contoh, pinjaman Rp3 juta bisa membengkak menjadi Rp3,18 juta hanya dalam 30 hari, belum termasuk denda keterlambatan.
Tekanan Psikologis dari Debt Collector Bersertifikat
Meski debt collector pinjol legal diwajibkan bersertifikat, praktik di lapangan kadang menimbulkan intimidasi.
Jika terjadi penyebaran data pribadi atau pelecehan, korban dapat melapor ke OJK atau polisi. Simpan bukti komunikasi sebagai perlindungan hukum.
Skor Kredit Anjlok di SLIK OJK
Setiap keterlambatan bayar tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Skor kredit buruk dapat menghambat akses ke produk keuangan lain seperti KPR, kredit kendaraan, hingga seleksi kerja di sektor keuangan yang kini menilai catatan kredit calon karyawan.
Risiko Penyalahgunaan Data Pribadi
Walau pinjol legal hanya boleh mengakses kamera, mikrofon, dan lokasi (CAMILAN). Kebocoran data pribadi tetap bisa terjadi.
Penyalahgunaan informasi pribadi kerap digunakan sebagai alat intimidasi dan berdampak pada kondisi sosial dan psikologis peminjam.
Potensi Gugatan Perdata hingga Jeratan Pidana
Jika pengguna gagal bayar, penyedia pinjaman berhak menggugat secara perdata atas dasar wanprestasi. Bila peminjam terbukti memberikan data palsu saat pengajuan, bisa dijerat pidana berdasarkan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Rasio Gagal Bayar Pinjol Meningkat
Menurut laporan OJK per Februari 2025, rasio TWP90 (keterlambatan lebih dari 90 hari) mencapai 3,15 persen, naik dari tahun sebelumnya.
Baca Juga: Debt Collector Pinjol Bisa Lapor Nasabah Galbay ke Kantor Polisi? Cek Jawabannya di Sini
Ini menandakan meningkatnya risiko gagal bayar pinjaman dan lemahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia.