Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah memperkuat transparansi dalam hal bunga dan biaya yang dikenakan oleh aplikasi pinjol, serta mempermudah akses informasi bagi konsumen mengenai ketentuan tersebut.
Selain itu, penguatan literasi keuangan, terutama pada kelompok rentan, juga menjadi bagian penting dari solusi yang diusulkan. Tanpa pemahaman yang cukup mengenai produk keuangan dan risiko yang terkait, masyarakat cenderung terjebak dalam lingkaran utang yang semakin sulit untuk dilunasi.
Pinjaman Online untuk Konsumsi Jangka Pendek
Menurut Direktur Ekonomi Digital dari Center for Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, permintaan untuk pinjaman online akan terus ada.
Hal ini disebabkan oleh sifat konsumtif yang tinggi, khususnya di kalangan kalangan muda yang gemar berbelanja, termasuk tiket konser dan produk teknologi dengan menggunakan pinjaman daring.
Lebih jauh, Nailul Huda juga mencatat bahwa kondisi perekonomian Indonesia yang dilanda gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) turut memicu tingginya permintaan pinjaman online.
Pekerja yang terkena PHK terpaksa memanfaatkan pinjol untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang mendesak meskipun pendapatan mereka berkurang atau bahkan hilang.
"Pinjol menjadi pelarian pekerja yang kena PHK untuk mencukupi kebutuhannya," ujarnya.
Baca Juga: 5 Aplikasi Pinjol Legal OJK yang Cocok Jadi Modal Usaha
Tantangan Utang Online yang Tidak Terlihat
Meskipun angka kredit macet pinjol relatif stabil, jumlah utang yang meningkat menandakan adanya potensi masalah di kemudian hari.
Banyak nasabah yang terjebak dalam jebakan utang berbunga tinggi, terutama pada pinjol ilegal yang tidak terdaftar di OJK. Mereka sering kali terjebak dalam pola pembayaran cicilan yang semakin membebani.
Fenomena ini mencerminkan kegagalan dalam memberikan akses kredit yang adil kepada masyarakat, terutama bagi sektor informal dan UMKM yang lebih sulit mengakses pinjaman dari lembaga keuangan tradisional.
Pentingnya Perlindungan Hukum bagi Nasabah
Menghadapi potensi risiko ini, regulasi dan pengawasan terhadap pinjaman online harus terus diperketat. OJK perlu memastikan bahwa fintech lending tidak hanya berfokus pada kemudahan akses dana, tetapi juga pada perlindungan terhadap nasabah dari risiko yang berpotensi merugikan.