Respons masyarakat terhadap fenomena ini cukup beragam. Ada yang menilai pendekatan tersebut efektif karena mampu membuat anak menjadi lebih disiplin dan patuh, terutama dalam kebiasaan sehari-hari seperti mandi dan tidur.
Namun ada juga kekhawatiran bahwa pendekatan ini bisa meninggalkan dampak psikologis jangka panjang, terutama bila tidak disertai edukasi lanjutan dari orang tua mengenai maksud sebenarnya dari video tersebut.
Beberapa komentar warganet menyoroti transformasi bentuk otoritas yang ditakuti anak-anak. Jika generasi 90-an takut dengan mobil Jeep karena identik dengan polisi, maka Gen Alpha kini takut dengan sosok Dedi Mulyadi karena figur tersebut sangat sering muncul di media sosial dengan narasi tegas.
Tokoh Otoritatif di Era Digital
Menariknya, Dedi Mulyadi berhasil memosisikan dirinya sebagai tokoh otoritatif yang tetap ramah dan berorientasi edukatif.
Ia tidak menggunakan nada tinggi atau ekspresi kasar, melainkan menyampaikan pesan moral dengan pendekatan khas Sunda yang ringan namun bermakna.
Bagi anak-anak Gen Alpha yang lebih visual dan terbiasa dengan konten singkat, pendekatan ini ternyata cukup efektif.
Anak-anak yang sebelumnya tidak merespons perintah orang tua, justru langsung berubah perilaku setelah melihat video tersebut.
Peran Orang Tua dalam Menginterpretasi Pesan
Penting bagi orang tua untuk memandu anak-anak dalam memahami isi dari video Dedi Mulyadi. Ketakutan sementara mungkin bisa menjadi pemicu perubahan perilaku, namun bila tidak dijelaskan dengan bijak, bisa menjadi trauma jangka panjang.
Orang tua disarankan untuk berdialog dengan anak mengenai siapa Dedi Mulyadi sebenarnya, serta maksud dari pesan yang disampaikannya. Edukasi ini akan membantu anak memahami bahwa otoritas bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tetapi dihormati.
Baca Juga: Film Agak Laen Bakal Diremake Versi Korea, Begini Sinopsis Aslinya
Pendidikan Karakter di Era Teknologi
Fenomena ini juga membuka diskusi yang lebih luas mengenai pendidikan karakter di era digital. Dengan akses informasi yang begitu luas, anak-anak rentan menerima pesan secara mentah tanpa bimbingan.
Dedi Mulyadi, dengan pengaruh media sosialnya, telah memperlihatkan bahwa tokoh publik bisa berperan dalam membentuk karakter generasi muda. Namun tetap, tanggung jawab utama ada di tangan keluarga dan institusi pendidikan.