WorldCoin Dihentikan Kominfo! Siapa Pemiliknya dan Mengapa Pindai Retina Dihargai Rp800 Ribu?

Selasa 06 Mei 2025, 12:09 WIB
WorldCoin sendiri adalah proyek kripto global yang digagas oleh Sam Altman, CEO OpenAI. (Sumber: Pinterest)

WorldCoin sendiri adalah proyek kripto global yang digagas oleh Sam Altman, CEO OpenAI. (Sumber: Pinterest)

POSKOTA.CO.ID - WorldCoin diluncurkan pada 2023 oleh Sam Altman nama besar di dunia kecerdasan buatan sebagai CEO OpenAI melalui perusahaan Tools for Humanity yang bermarkas di San Francisco dan Berlin.

Proyek ini memiliki dua pilar utama: WorldID, sistem identitas digital berbasis biometrik retina, dan World App, dompet digital yang terintegrasi dengan ekosistem kripto WorldCoin.

Pengguna dapat memperoleh identitas digital WorldID setelah memindai iris mata mereka menggunakan perangkat Orb, semacam kamera khusus yang melakukan pemindaian retina untuk verifikasi bahwa pengguna adalah manusia asli, bukan kecerdasan buatan atau bot.

Identitas digital ini kemudian digunakan untuk masuk ke berbagai aplikasi dan layanan daring tanpa perlu mengungkapkan nama, email, atau data pribadi lainnya.

Baca Juga: Jangan Panik! Ini Cara Ampuh Pulihkan Akun TikTok yang Hilang atau Terhapus Total

Iming-Iming Insentif Finansial dan Lonjakan Partisipasi

Pada masa awal peluncuran, pengguna WorldID diberi insentif sebesar 25 token WLD, yang kala itu bernilai sekitar Rp900 ribu.

Nilai token ini bervariasi, dan berdasarkan data terkini dari Coin Market Cap, WLD kini diperdagangkan seharga Rp15.077 per token, dengan total kapitalisasi pasar mencapai sekitar Rp19 triliun.

Di Indonesia, tawaran berupa uang tunai setara Rp800 ribu sebagai kompensasi pemindaian retina menarik perhatian masyarakat, khususnya di wilayah dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.

Fenomena ini terpantau di Bekasi dan Depok, di mana antrean panjang warga terbentuk di titik-titik pemindaian.

Namun, situasi ini justru memicu kekhawatiran serius mengenai pemahaman masyarakat atas risiko dari menyerahkan data biometrik yang sangat sensitif.

Kontroversi: Ketika Kebutuhan Ekonomi Berhadapan dengan Risiko Privasi

Data biometrik seperti iris mata tergolong sebagai data yang tidak dapat diubah (immutable). Sekali bocor atau dicuri, pengguna tidak dapat sekadar mengganti ‘kata sandi’ sebagaimana pada akun digital biasa.

Oleh karena itu, pengumpulan data biometrik harus memenuhi standar transparansi dan persetujuan yang ketat, yang menurut Kementerian Komunikasi dan Digital Indonesia belum dipenuhi oleh WorldCoin.

Dalam pernyataan resminya, Komdigi menyatakan:

"Kami menerima laporan dari masyarakat mengenai proses pengumpulan data biometrik yang meragukan, kurang transparan, dan berpotensi melanggar prinsip perlindungan data pribadi."

Akibatnya, Komdigi membekukan izin operasional WorldCoin dan WorldID sebagai tindakan preventif demi melindungi keamanan digital warganya.

Regulasi dan Tantangan Penegakan Hukum Data Biometrik

Indonesia belum memiliki kerangka hukum yang benar-benar komprehensif dalam mengatur data biometrik. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang mulai berlaku tahun 2022 menjadi dasar hukum penting, namun implementasinya masih dalam tahap transisi.

WorldCoin mengklaim telah menggunakan teknologi kriptografi canggih, termasuk zero-knowledge proofs yang memungkinkan verifikasi tanpa mengungkapkan data asli.

Namun, bagi pemerintah Indonesia, hal itu belum cukup meyakinkan apabila mekanisme penyimpanan, pengolahan, dan transfer data tidak sepenuhnya terbuka bagi pengawasan publik dan otoritas hukum.

Perspektif Etis: Eksploitasi atau Inovasi?

Pertanyaan etis besar yang muncul dari kasus ini adalah apakah layak menawarkan uang tunai kepada masyarakat sebagai imbalan atas data biometrik yang sangat berharga.

Beberapa pengamat menyebut hal ini sebagai bentuk “eksploitasi ekonomi digital” di mana ketimpangan informasi antara penyedia layanan dan pengguna dimanfaatkan demi keuntungan korporasi global.

Komentar publik di media sosial mencerminkan kegelisahan ini:

"Scan retina mata dihargai Rp800 ribu? Nggak bahaya, tuh? Nanti data pribadinya gimana… duh, duh… di tengah ekonomi yang tidak baik-baik saja," tulis akun @tanyakanrl di Twitter.

Tindak Lanjut Pemerintah dan Evaluasi Menyeluruh

Komdigi menyatakan bahwa pembekuan operasional ini bukan langkah terakhir. Evaluasi menyeluruh terhadap aktivitas WorldCoin dan WorldID di Indonesia akan dilakukan, termasuk penelusuran kemungkinan keterlibatan pihak ketiga dan dampaknya terhadap keamanan nasional.

Hal ini juga menjadi momentum penting untuk mempercepat penetapan standar teknis nasional terkait pengumpulan dan pengelolaan data biometrik serta memperkuat infrastruktur hukum siber nasional.

Baca Juga: Tetap Tenang! Inilah Tips Ampuh Menghadapi Teror Penagihan Pinjol, Simak Selengkapnya

Masa Depan Identitas Digital: Antara Kenyamanan dan Keamanan

Sistem identitas digital seperti WorldID sesungguhnya menawarkan solusi yang inovatif untuk tantangan verifikasi identitas di era digital, terutama di tengah maraknya penggunaan kecerdasan buatan. Namun, teknologi semacam ini tidak dapat dijalankan tanpa regulasi dan pengawasan ketat dari negara.

Keseimbangan antara kenyamanan digital dan perlindungan privasi menjadi kunci. Sebagaimana disampaikan Komdigi:

"Teknologi canggih tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan perlindungan data pribadi."

Kasus WorldCoin menjadi pelajaran penting bagi Indonesia dalam menghadapi era digital yang semakin kompleks.

Keberadaan inovasi teknologi tidak boleh membayangi pentingnya hak fundamental warga negara atas privasi dan kendali atas data pribadinya, terlebih yang bersifat biometrik dan tidak tergantikan.

Langkah Komdigi membekukan izin WorldCoin adalah langkah proaktif untuk melindungi masyarakat. Namun ke depannya, dibutuhkan kebijakan yang lebih menyeluruh agar masyarakat dapat menikmati manfaat teknologi tanpa harus mempertaruhkan hak privasinya.

Berita Terkait

News Update